Rabu, 30 Juli 2014

Matematika Bikin Mati Gaya (bab 40)

Awal mula ngelihat Hitler, aku enggak yakin kalo orang ini adalah salah satu diktator paling terkemuka di dunia. Banyak orang yang takut dengan kekejamannya dan juga pasukan “nazi”-nya . Bayi aja mungkin waktu itu langsung nangis begitu mendengar kata “nazi”. Beda sama orang Indonesia jaman sekarang. Aku sempet lihat coretan di tembok, ada lambang “nazi” yang ditambahin imbuhan -onal, jadi kalo dibaca, jadinya “nazional”. Sungguh kreatif dan pemberani tuh street artist nya.

Kembali kepada Hitler, gaya rambut yang khas dan kumisnya yang pas, kadang mengingatkan kita pada wajahnya Jojon, si pelawak. Tapi dalam kehidupan SMA-ku, ada satu guru yang entah kenapa, aura dan wajahnya itu mirip sama Hitler. Beliau bernama pak Michael (sedikit lupa nama aslinya, jadi anggap aja ini nama samaran) si guru matematika. Walaupun kumisnya enggak begitu mirip dan enggak bisa bahasa Jerman, namun kekejamannya bisa terasa dari tatapan matanya.

Kombinasi guru killer, dan mata pelajaran killer, adalah kombinasi paling mematikan pada masa itu. Kombinasi ini juga yang bikin aku semakin males sama pelajaran matematika. Padahal sebelumnya tanpa ada kombinasi ini pun, aku udah males.

Setiap ada pelajaran matematika, aku berharap supaya bisa bertahan dan enggak kentut sembarangan di tengah pelajaran. Satu jam terasa 1 tahun lebih 5 bulan. Seandainya aku adalah pakar matematika, potongan rambut pak Michael aku bikin botak, terus kumisnya dicukur abis, sampe ke akar-akarnya.

Untungnya enggak selamanya aku diajarin sama pak Michael selama 2 semester. Ada kalanya guru yang magang hadir, apalagi gurunya itu perempuan. Suasana mistis bisa berubah jadi romantis.

Selama diajarin sama guru magang itu, jantungku bisa sedikit istirahat. Aku juga enggak perlu nahan kentut selama 1 jam pelajaran matematika. Yaah, walaupun kadang-kadang pak Michael ikut masuk ke kelas, terus ngawasin dari belakang. But,,, who care??!!

Seiring berjalannya waktu, kemampuan matematik ku berangsur membaik. Yang tadinya harus nahan kentut, sekarang cuma perlu nahan sakit perut. Berharap supaya guru magang ini selamanya ngajar di kelas ku.

Ternyata Tuhan menjawab harapanku.. !!!! tapi bukan cuma harapanku yang dijawab, tapi juga harapan anak-anak cerdas di kelas yang pengen diajarin sama guru yang lebih berpengalaman. Berhubung anak-anak cerdasnya lebih banyak, maka harapanku pun jadi sirna.

Tidak ada lagi guru magang, dan pak Michael kembali datang. Pelajaran matematika kembali suram. Rasa kentut kembali tak beraturan.

Ekspresiku waktu itu kayak ekspresinya teletubbies yang habis nonton video kiriman para pemirsa. Jam dinding kembali berjalan lambat, serasa adegan lari dari ujung gunung ke ujung gedung yang di slow motion pada film horror.

Tentunya aku enggak mau tampil biasa aja di depan pak Michael. Kali ini aku harus menjadi siswa yang pemberani. Kalau biasanya aku cuma diem aja tiap gurunya tanya, maka kali ini, aku harus jawab, meskipun nanti pertanyaan yang muncul adalah ”apakah saya tampan?”, aku tetep harus menjawab.

Ketika itu, pak Michael ngasih amanat untuk mengerjakan soal matematika di LKS (lembar kerja siswa) yang membutuhkan pemikiran pakar biologi dan pakar sastra. Soal itu langsung aku kerjain tanpa memikirkan konsekuensi kepada otakku yang sebelumnya jarang dipakai.

Waktu pengerjaan soal habis, tiba saatnya untuk mengetahui kebenaran dari misteri matematika.

”soal nomor satu, jawabannya apa??” tanya pak Michael.
semua anak-anak pun serempak menjawab. Jawabannya beda sama punyaku. Dengan ini bisa diketahui siapa yang pintar dan siapa yang bodoh.
”soal nomor dua??” kembali pak Michael bertanya.
dan begitu seterusnya, guru bertanya, siswa menjawab, guru bertanya siswa menjawab. Pada putaran entah yang keberapa, aku memberanikan diri untuk menjawab duluan.
”C pak !!”
suasana kelas hening, tidak ada suara satu pun. Tatapan pak Michael yang tadinya menuju ke LKS, sekarang menuju ke arah ku. Aku gak yakin beliau adalah seorang homo, karena tatapannya bukan mengatakan,”nak, kau tampan”, tapi mengatakan,”nak, kau boleh mati hari ini”.

Tatapan mataku membalas pak Michael. Bola mataku mendadak menjadi kotak. Dengan suara lantang ala diktator terkemuka, beliau berkata, sambil menunjuk,

”KAMU JANGAN JAWAB SEMBARANGAN YA !!!”

.........
...
Untuk selanjutnya, aku bersumpah, enggak akan pernah lagi menjawab pertanyaan pak Michael, ever....

Tanda Petik, Wanita (bab 39)

Konon katanya, 3 hal yang dapat menghancurkan pria adalah harta, kekuasaan, dan wanita. Harta, uang, emang sih, uang bukan segalanya, tapi hampir segalanya butuh uang. Kita aja kalo mau pipis di toilet, kudu bayar 500 rupiah, cuma pipis loh, belum ditambah yang lain. Lalu ada kekuasaan, bagi orang kecil (bukan ukurannya yang kecil), mungkin kekuasaan tidak begitu berpengaruh, tapi buat mereka orang besar (bukan ukurannya yang besar), mungkin kekuasaan bisa jadi segalanya. Dan terakhir adalah wanita. Buat pria homo, wanita bukan rintangan, tapi buat pria normal, kalo urusan wanita, apalagi wanita yang cakep, maka urusan perut pun bisa dinomor dua kan.

Kisah kali ini merupakan akibat dari salah satu hal yang dapat menghancurkan pria, yaitu…. “wanita”….

Berdasarkan realita yang ada, kalo SMA, biasanya kakak kelas 2 dan kelas 3 itu “hunting” adik-adik kelas 1. “hunting” disini memiliki arti yaitu mencari cowok cakep (buat para wanita) atau mencari cewek cakep (buat para pria). Sebaliknya buat adik-adik kelas 1, yang di “hunting” adalah temen-temen kelas 1 dan kakak-kakak angkatan kelas 2 dan 3, terutama yang aktif di OSIS atau pramuka.

Kali ini peranku masih berada di level kelas 1 SMA, jadi aku masih unyu ketika itu. Tepat saat aku masih unyu itu, aku berkenalan atau ibaratnya sedikit rada ngefans dengan salah seorang kakak kelasku, sebut saja namanya, mbak Desti (nama disamarkan demi kepentingan umum). Aku kenal sama dia karena mbak Desti ini kakak pembina pramuka ku.

Walaupun gak begitu deket layaknya cowok yang pedekate dengan cewek, tapi hubunganku dengan mbak Desti emang gak deket (ini fakta). Bukan cuma aku yang ngefans, tapi ada juga Aloy (nama ini disamarkan, sekali lagi, demi kepentingan umat manusia) temenku sekelas. Kalo dilihat lebih dalam, perasaan Aloy lebih spesial daripada aku deh. Jadi dalam pertarungan pedekate dengan mbak Desti, sebelum bertarung, aku udah mundur duluan (ceritanya biar aku tampak jagoan gitu, padahal emang cupu). Jadi kalo misalnya aku smsan sama mbak Desti, ya cuma sebatas smsan doank, nggak sampe telpon-telponan, lagian apa bisa layanan sms dipake buat nelpon??

Dilain pihak, ada yang namanya mas Airlangga (nama ini juga disamarkan, pokoknya yang ada namanya, disamarkan semua) yang notabene dikala itu statusnya adalah pacarnya mbak Desti. Mas Airlangga ini seorang murid kelas 3 yang dimata guru-guru, merupakan seorang murid teladan. Terbukti dalam beberapa kesempatan, guru sosiologiku memuja muji mas Airlangga ini.

Aku tahu mas Airlangga ini pertama kali karena dia anggota OSIS. Awal pertemuan sih belum sampe first love, lagian aku bukan homo. Yang aku tahu, dia ini orangnya baik hati dan tidak sombong,,, hingga sebuah momen yang dipersembahkan oleh produk sarung tinju terjadi.


Momen itu berawal sehari sebelumnya. Aku lupa apa yang kuperbincangkan dengan mbak Desti, karena emang dulu pernah curhat-curhat gitu. Dialog yang kuinget cuma beberapa alinea.
“dek aku takut nih nanti kamu di apa-apain sama mas Airlangga.” Begitu isi sms dari mbak Desti. Yang ada dibenakku, aku bakalan diperkosa sama mas Airlangga, dan itu adalah kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
“tenang aja mbak, aku nggak takut kok,………. aaaaa aku takut mbak,hhahahahahaha..” balasan smsku emang terdengar gak serius, pada dasarnya aku ini emang nggak serius.

“hahahha,kamu gimana sih, tapi aku beneran nggak enak..”
“udah mbak nggak papa, paling aku nggak diapa-apain kok.”
“beneran nggak papa?? Nanti kalo kamu diapa-apain, kasih tau mbak ya..”
“iya mbak, ntar aku kasih tau..”
Aku emang gak berpikiran negatif yang terlalu banyak, karena aku pikir emang gak ada masalah.

Keesokan harinya, seperti biasa, aku ke kantin, jajan seperlunya, makan seperlunya, minum seperlunya, buang duit yang gak perlu, lalu balik ke kelas. Beberapa menit setelah masuk kelas, salah satu temenku ada yang manggil, katanya ada yang nyariin aku didepan kelas. Tanpa pikir pendek, aku langsung keluar kelas. Ternyata, didepan kelas udah ada beberapa anak kelas 3 yang badannya gedhe-gedhe kayak pegulat kelas berat. Mereka semua melakukan pemanasan kayak atlet angkat becak yang mau tampil, ada juga yang ngasah golok buat ngupas buah apel. Salah satu dari gerombolan si berat itu adalah mas Airlangga.


“duduk sini kamu.”
Sesuai perintahnya, aku duduk deket mas Airlangga.

“kamu sms apa sama Desti?”
“nggak sms apa-apa kok, biasa aja..” aku sambil ngeliat kakak kelas yang ada dibelakang mas Airlangga, yang dari tadi pemanasan. Dibelakangku juga ada kakak kelas, jadi aku posisinya sedang terjepit, maju gak bisa, mundur gak bisa, bisanya ngepot keatas.

“kamu sms Desti kalo kamu berani sama aku?”
“emang kenapa mas??”

“maksud kamu apa smsan sama Desti? Kalo berani sama aku ya ngomong.”
Aku cuma bisa diem aja, nggak tau mau ngomong apa, sambil mikir, apa salahku. Apakah aku udah melanggar UUD 45? Apa aku udah ngelanggar salah satu pasal? Sementara itu kakak kelas yang ada dibelakang mas Airlangga udah mulai pendinginan.
“kalo mau pukul aku ya pukul aja, aku nggak takut”
Aku tetep diam aja, sambil buka buku UUD 45 dalam otakku.

“kalo mau berantem ayo, kita berantem berdua.”
Sekali lagi, aku cuma bisa diem, UUD 45 udah habis kubaca. Sementara kakak kelas yang dibelakang mas Airlangga, setelah melakukan pemanasan dan pendinginan, dia pun istirahat. Ternyata dia sedang senam pagi SKJ.


Tak berapa lama, bel masuk pun berbunyi. Intimidasi yang berlangsung membosankan itu berakhir.
“awas ya kalo sampe sms Desti lagi” begitu pesan mas Airlangga sembari pergi bersama rombongannya, meninggalkanku yang diam tak berdaya oleh kejamnya ibu tiri.


Aku langsung berdiri dan masuk kelas.
“gimana wis?” Tanya temenku yang penasaran ngeliat ada kakak kelas ber SKJ ria.
“gak papa kok.”

Dan setelah waktu berjalan cukup lama, aku sadar, kenapa aku menjadi korban. Mungkin ini semua karena aku smsan dan curhat-curhatan sama mbak Desti, dan kemudian mas Airlangga pun cemburu buta.

Karakter Rahasia (bab 38)

Kalo dalam game-game bertarung, biasanya ada beberapa karakter rahasia, dimana kalo mau mainin pake karakter rahasia itu, ada syarat tertentu yang harus ditempuh, yang jelas gak usah fotocopy KTP. Nah, karakter rahasia ini biasanya punya jurus yang unik, penampilannya beda, ada spesial tersendiri, dll. Pokoknya karakter rahasia itu wajib dimiliki dan beda dari yang lain.

Berbicara tentang karakter rahasia, dalam hidupku, tepatnya ketika aku masih kelas 1 SMA, ada juga yang namanya karakter rahasia. Si karakter rahasia ini munculnya setelah 1 semester berakhir, jadi dia gak ikutan semester 1. Kenapa bisa begitu?? 

Begini ceritanya..

Alkisah pada suatu ketika di sebuah dunia, dihari yang bolong, disiang yang ompong, ditengah pelajaran yang melompong, sang guru yang juga wali kelasku berkata," kita kedatangan murid baru dari Australia."

Australia...

AUSTRALIA??!!

Oke, aku rasa waktu itu bukan cuma aku yang kaget terseok-seok, yang lain mungkin juga shock. Bayangkan, sebuah SMA yang jauh dari peradaban Mesir, didatangi oleh seorang murid dari luar negeri. Yang dari luar negeri aja belum tentu datang ke Mesir.

Yang ada dibayanganku adalah orang bule, kulitnya berwarna putih, hidungnya mencuat kedepan, rambutnya coklat, pake kacamata bulat, dan ada gambar petir di jidatnya....dan itu Harry Potter...
Tapi aku yakin, rata-rata yang ada di kelas bayangannya sama kayak bayangan yang ada di jidatnya Harry Potter maupun jidatku. Australia, Amerika, Eropa, kalo denger negara itu, yang ada dibenak pikiran adalah orang berwajah bule. Kalo Cina, Jepang, Korea, yang ada dibenak pikiran adalah orang yang berwajah oriental. Teoriku ini meskipun asal-asalan, ternyata juga masih belum bisa meraih penghargaan nobel.

Kemudian sang guru, sebut saja bu Niken, keluar kelas untuk memanggil murid baru itu. Sesaat aku sempet ngebayangin apa jadinya kelas ini, pusi, sepuluh siji (sepuluh satu), kedatangan murid bule. Aku bakalan bisa hang out bareng murid itu. Latihan ngomong bahasa inggris bareng. Ngegosipin artis-artis yang ada di Australia. Nongkrong di warteg sambil makan spagheti. Pokoknya bakalan seru kayaknya. Dan hingga akhirnya, hidup bahagia selama-lamanya..

Bu Niken kembali masuk kelas, diikuti dengan murid baru itu yang ternyata adalah seorang pejantan. Seisi kelas diam tanpa suara (sebuah kejadian langka yang biasanya terjadi kalo guru marah atau ulangan).
"nah, ini murid barunya, silahkan memperkenalkan diri." Kata bu Niken sembari mempersilahkan.
"Halo, nama saya Ricardo, pindahan dari Australia.."

...........Aku speechless, entah karena nahan ketawa, atau nahan kecewa.....
Setelah bermenit-menit waktu kuhabiskan untuk berimajinasi tentang kehidupan bersama seorang bule, dalam hati aku protes,"AAAAAAA.. KOK BUKAN BULE???!!!". 

Murid baru ini, jauh dari kata bule.
Bener-bener jauh dari apa yang kuperkirakan.
Ibaratnya, E tidak sama dengan MC kuadrat.

Sekedar informasi, kurikulum yang ada di Australia dan di Indonesia itu berbeda. Di Australia, semester 2 nya berakhir diakhir tahun. Itulah mengapa si Ricardo ini nggak ngikutin 1 semester pas pindah sekolah di Indonesia.

Kembali ke dunia khayal..
Beberapa temenku ada yang senyum, ada yang ketawa, ada juga yang nahan boker dari pagi. Murid baru ini memiliki wajah yang umumnya dimiliki oleh orang Indonesia. Logatnya bicara pun nggak kayak Cinta Laura. Dari sini aku mengakui teoriku yang sebelumnya salah. Tidak selamanya yang tinggal di Australia itu orang bule.

Tapi walaupun wajah Ricardo ini nggak ada unsur kaukasoidnya, kehebatannya dibidang bahasa Inggris patut diacungi celurit. Bayangin aja, kita-kita yang udah di SMA 4 selama 1 semester ini aja bahasa Inggrisnya masih amburadol, si Ricardo yang belum ada 1 minggu, bahasa Inggrisnya udah kayak orang yang sempet lahir di Eropa. Emang sih pelajaran yang lainnya bisa dikatakan memprihatinkan dan mengkhawatirkan, tapi bahasa Inggrisnya itu loh, nggak kuat.

Selain itu dia ini unik, apalagi kalo ngomong, ada sebuah gerakan tersendiri yang dilancarkan, menyerupai gerakan orang India, tapi beda sama orang Indian.  Dia juga punya kelebihan. Bukan cuma bahasa Inggris, dia juga memiliki sesuatu yang juga dimiliki salah satu temanku si Haris, yaitu kelebihan pada bagian gigi. Nggak jarang kalo si Ricardo ini disebut-sebut sebagai adiknya Haris.

Dengan adanya keunikan dan kelebihan tadi, kurasa Ricardo layak untuk menerima gelar sebagai “karakter rahasia”. Seorang karakter rahasia yang ikutan berjuang di pusi, di SMA 4, di Semarang, dan di Indonesia…

SMA, PuSi, dan Catatan Akhir Sekolah (bab 36)

Sama hal nya dengan SMP, masa SMA diawali dengan sebuah ospek, MOS, atau entah apa namanya. Sekali lagi aku merasakan apa yang disebut sebagai “murid baru diantara para murid baru”. Selama beberapa tahun aku hanya melihat SMA 4 dari luar, sekarang, aku melihat SMA 4 dari luar dan dalam, seperti panas dalam. Setelah itu kuminum adem sari. Panas dalam?? Minum adem sari...

Seperti biasa, masa ospek ini selalu di isi dengan kegiatan yang aneh, walopun masih aneh kehidupanku dari pada ospek. 3 hari merasakan senioritas, setelah itu masa perburuan mencari gadis desa. Dan pada masa pencarian itulah, aku bertemu dengan sosok perempuan cantik, perempuan tulen, dan perempuan yang tidak memiliki lubang dibelakangnya.

Alkisah, entah hari kedua masa ospek atau hari ketiga masa ospek, pada waktu pulang sekolah, yang beragama Katolik disuruh ngumpul dulu. Kebetulan di kartu pelajarku, di kolom “agama” tertulis “Katolik”, dan di kolom “jenis kelamin” tertulis “pria” bukan digambar. Maka aku bersama kedua temen SMP-ku, Tutus dan Gentong ikut berkumpul di ruang yang disebutkan. Hari pertama pertemuan tidak ada yang menarik, bisa dibilang mengecewakan. Tapi pada hari kedua inilah aku bertemu sosok perempuan cantik, perempuan tulen, dan perempuan yang tidak memiliki lubang dibelakangnya.

Aku dan Tutus berlomba merebut perhatian perempuan tadi, karena hanya ada 1 cewek cakep dalam ruangan itu. Sebut saja namanya Rosa Delima. Sesuai namanya, Delima, tiap ngeliat dia, jadi inget warna merah, dan sebaliknya, kalo liat warna merah, jadi inget darah. Jadi kesimpulannya Delima = darah?? Tidak juga.

Dengan melakukan sedikit penelitian ilmiah, ku temukan bahwa senyawa a tidak sama dengan senyawa x, apalagi senyawa z, dan tentu saja tidak ada hubungannya dengan senyawa qwerty. Dari penelitian ini juga aku mengetahui bahwa Rosa berada di kelas X3, aku di kelas X1, Tutus di kelas X9, Gentong di kelas X7, Faris di kelas X2, Ririn di kelas X4, dan para mutan di kelas X-men.

Mari kita skip cerita tentang percintaan, karena sekarang bukan waktunya hubungan asmara, sekarang waktunya menuntut ilmu.

Beberapa anak di kelas X1 sudah ada yang aku kenal, karena kebetulan juga satu SMP. Sementara yang lainnya belum aku ketahui jenis kelaminnya.

”namamu siapa??”
”aku Tanjung, kamu??”
”aku Louis,hehehehe..”
”rumahmu dimana??”
”oh,aku sih di ngesrep, kamu dimana njung??”
”sekaran.”
”iya, sekarang, dimana rumahmu??”
”sekaran.”
”iya sekarang tinggal dimana??”
”rumahku namanya sekaran.”
dengan rasa malu amat luar biasa, kujawab,”ooohhhhh....”

Itulah sepenggal kisah perkenalan yang susah untuk dilupakan, karena harga diriku dipertaruhkan.

Di dalam kelas pun ada sosok yang menarik perhatian untuk diselidiki, Ardyansah Lubis namanya. Tubuh besar yang kekar, bulu-bulu disekitar wajahnya yang elok, suaranya yang menggelegar, serta celana dalamnya yang berwarna putih, menghiasi nama Ardyansah. Makhluk unik yang memiliki kisah tersendiri.

Wibi si pendongeng, musuh bebuyutannya Ardyansah. Setiap kisah dapat diceritakan  secara lisan tanpa catatan, apalagi kisah tentang Ardyansah, dengan senang hati bakal diceritain ke satu negara. Bahkan kisah yang membuat harga diriku anjlok, dapat diceritakannya dengan seksama. Kalo mau tidur, silahkan minta tolong Wibi buat bacain dongeng, dijamin nggak bakal tidur.

Ada juga Danny Erik, seorang pemuda berwajah (bisa dibilang) rada bule, sementara didalam darahnya tidak ada senyawa yang mengatakan bahwa dia keturunan bule. Sama hal nya denganku, pemuda (yang katanya) berwajah oriental, sementara tidak ada dalam buku sejarah yang menyebutkan bahwa aku keturunan F4, rain, lee min ho, dan sederet artis asia lainnya. Dalam waktu 3 hari, si pemuda bule itu sudah berhasil merebut perhatian sekelas. Sebuah fakta menyebutkan bahwa aku pernah sekali ada masalah dengan anak yang namanya Danny ini. Sewaktu SMP dulu pernah ada masalah dengan tema “wanita”. Kalo emang ditakdirkan, mungkin aku bakal berantem beneran sama Danny.

Selain tokoh-tokoh radikal tersebut, ada juga tokoh yang berperan dalam kelas. Thomas, dengan jiwa kepemimpinannya, mampu mengendalikan kekacauan negara. Satu-satunya anak yang bersedia mengorbankan dirinya menjadi ketua kelas. Lalu Esa, anak guru yang patuh terhadap guru, membuat keberadaan kelas X1 menjadi terjaga reputasinya. Serta Tio, seorang musisi yang telah eksis sejak SMP dengan bandnya, Xenon. Sebenernya masih ada anak-anak lainnya yang berperan, tapi hanya 3 ini yang dapat diingat perannya.

Dalam sebuah kelas, kita semua disatukan. Dengan papan nama X1, kelasku kelak diberi julukan,”PuSi”, singkatan dari SEpuluh SIji. Sepuluh dari bahasa Indonesia yang memiliki arti, sebuah angka yang terletak tepat setelah angka 9. Siji, dari bahasa Jawa, nama lain dari satu, sebuah angka yang terletak diantara angka 0 dan 2. Entah siapa yang punya ide buat memberikan nama PuSi, yang jelas satu kelas setuju semua.

Kisah dalam PuSi ini diawali dengan sebuah acara perkemahan di Bantir, dimana barak bekas tentara dulu tinggal. Selama 3 hari kami semua para murid baru akan bertahan di tempat angker itu. Konon katanya dahulu kala, pernah ada kejadian seorang murid kesurupan di Bantir sana. Saking hebatnya kekuatan kesurupan, hingga acara kemah berakhir pun sang anak masih aja kesurupan. Sampai akhirnya tu anak meninggal. Entah ini kisah fiktif atau belaka, yang jelas, kakak angkatanku yang sebelumnya sampe nggak ngadain acara kemah di Bantir.

Keesokan harinya, beberapa truk pasir sudah menanti. Tanpa mempedulikan gender, semua murid naik truk itu. Ini adalah pengalaman pertama kalinya perjalanan jauh dengan melakukan kedipan mata terbanyak karna kemasukan pasir. Mungkin prestasi ngedip ku itu bisa masuk MURI. Dengan tekad ”tidak percaya hantu”, maka aku melakukan doa doa sebelum berangkat, agar kelak nggak kesurupan.

Perjalanan yang cukup melelahkan yang disebabkan otot mata overdrive dan otot kaki overthere berakhir dalam beberapa menit. Hawa dingin menghiasi udara. Layaknya pasukan angkatan darat, kami semua turun dengan gaya masing-masing.

Malamnya diisi dengan kegiatan penampilan kelas masing-masing. Kelasku menampilkan sebuah drama, sebuah kisah tentang seorang pencuri yang kelakuannya nggak kalah baiknya dengan seorang dermawan. Kelas lain kebanyakan menampilkan sebuah atraksi musik, ada juga yang membawakan puisi disertai dengan alunan petikan gitar. Setelah itu dilanjutkan dengan menonton film Catatan Akhir Sekolah.

Film CAS bercerita tentang anak SMA yang mengabadikan hari-hari terakhirnya di sekolah dalam sebuah film yang kemudian ditampilkan dalam prom nite. Kebetulan sebelumnya aku belum pernah nonton film itu. Jadi memori yang muncul kalo liat film itu adalah masa SMA ku. Sampe sekarang pun kalo ada film itu, aku nyetel lagu ”i remember”-nya Mocca (kalo nggak salah inget penyanyinya itu, sementara judulnya aku lupa,hahahahahhaha) sambil nginget jaman ku SMA.

Unfortunately Scene (bab 35)

Sepucuk surat datang melalui seekor burung hantu kumal. Surat itu tertuju kepada Harry Potter, dan berasal dari Hogwarts, disertai dengan tagihan listrik yang udah nunggak sampe 5 bulan. Isinya menyebutkan bahwa Harry Potter diterima di sekolah Hogwarts, sebuah sekolah penyihir. Beberapa hari berikutnya si Potter bakal bertualang di sekolah barunya.

Itulah sepenggal kisah dari novel Harry Potter edisi pertama. Dalam kisah penerimaanku di SMA 4, akan lebih baik kalo kisahnya kayak si Harry Potter. Nongkrong nggak jelas di rumah, trus tiba-tiba seekor beruang dengan seragam tukang posnya dateng ke rumah sambil bawain surat dari SMA 4 disertai beberapa surat dari penggemarku yang pada minta tanggung jawab karena udah bikin muntaber. Supaya lebih mendramatisir, akan lebih baik kalo isi surat dari pihak sekolah hampir sama kayak surat-surat yang lolos dari audisi kontes bakat.

Namun selalu aja, apa yang dipikirkan tidak selalu sama dengan apa yang terjadi pada kenyataannya. Jangankan nongkrong nggak jelas, nongkrong yang jelas aja nggak bisa. Hari-hari penuh dengan penantian apakah aku diterima di SMA 4 ato di Hogwarts? apakah kelak aku harus memakai kacamata bulat, ato kacamata lingkaran?

Sembari menunggu pengumuman mutlak dari pihak sekolah, aku bersama teman-teman yang juga kebetulan berasal dari satu smp, satu kota, satu pulau, satu negara, satu benua, satu bumi, dan satu galaksi, membuat rencana untuk mengisi liburan. ”tiap pagi basketan yoo!!” salah satu ide yang terlontar entah dari siapa, membuatku menjadi berimajinasi, membayangkan diriku yang tinggi besar, melakukan shoot dari ujung lapangan. Kemudian dari ujung yang satunya temanku membalas lemparanku. Lalu aku juga mulai membalas pukulan temanku. Dan bayanganku berubah  jadi maen voli. ”tiap pagi jam 6 maen basket dilapangan UNDIP, pasti sepi tuh.” kata temenku.

Adegan pun dipercepat menjadi pagi hari. Beberapa temenku yang suka nongol  ada Tutus, Faris, Tio, Lukman, dan beberapa temen laen kadang nitip absen. Selama liburan diisi dengan kegiatan yang healthy ini, dilanjutkan dengan makan bubur ayam yang tidak kalah healthy-nya dibanding dubur ayam. Waktu itu juga tubuhku sedikit rada atletis dikit (entah dimana sekarang tubuh atletisku itu).

Dalam beberapa permainan basket, nggak jarang kita-kita calon siswa SMA tanding sama anak kuliahan. Berkali-kali kita tanding, tetep aja pihak sana yang menang, bahkan meskipun ada yang menyogok pihak sana, tetep aja sana yang menang. Di tim ku sendiri, hanya 2 anak yang benar-benar jago basket, Tutus dan Lukman. Lalu ada si beruntung Tio, meskipun skillnya gak jago-jago amat, tapi tembakannya jarang meleset, sayangnya dia juga jarang nembak. Dan Faris, yang memiliki tubuh lebih besar diantara kami semua. Sementara aku, yang bisa kuandalkan adalah bau badanku kalo lagi keringatan, dijamin musuh gak bakal ngerebut bola.

Kadang-kadang ada anak yang ikutan nongol, kayak Hamind, si gendut yang skillnya tidak bisa diragukan. Ada juga Chanip, pemuda berwajah arab yang bermain ala arab. Walopun ketambahan pemain-pemain berbakat ini, tetep aja pihak anak kuliahan yang menang. Mungkin para mahasiswa itu terlahir dengan memegang bolanya sendiri, jadi jago banget kalo urusan bola-membola.

Liburan demi liburan berlalu, skill bermain kita tetep nggak mutu. Dan diantara beberapa permainan, ada satu scene yang benar-benar susah dilupakan. Kisah ini berawal dipagi hari yang cerah diikuti suara burung yang berkukuruyuk. Berangkat ke rumah Tutus trus nungguin Faris jemput naek mobilnya. Abis itu langsung tancap ke lapangan basket di UNDIP, kalo nggak salah inget, di MIPA. Lukman sama Tio nyusul naek motor. Beberapa makhluk dengan sebutan ”manusia” udah pada pemanasan di lapangan itu. Biar nggak kalah keren, aku ikut pemanasan.

Abis pemanasan singkat, kelompokku diajakin tanding sama sekumpulan manusia tadi. Aku sama Faris jaga di belakang, Tio di tengah, dan yang melakukan penyerangan adalah Tutus dan Lukman. Pertarungan berlangsung sangat sengit, jurus demi jurus dilontarkan. Dilihat dari postur tampangnya, kayaknya lawan kami kali ini adalah anak SMA. Selain itu cara bermainnya pun juga nggak terlalu brutal di banding anak kuliahan yang biasa di jotosin. Bisa dibilang, tingkat pertarungan kali ini adalah normal.

Pihak lawan punya keuntungan dalam hal jumlah pemain, mereka masih bisa melakukan pergantian tokoh, sedangkan dipihakku, mau sampe muntah darah pun, yang maen tetep orang-orang itu aja. Mungkin karena faktor inilah, pihakku kalah. Walopun kalah tipis, yang namanya kalah ya kalah, dan faktanya, level kami adalah easy.

Setelah melakukan pegambilan oksigen yang cukup, kami semua langsung bubar, sementara pihak lawan tetep maen basket. Lukman sama Tio langsung pulang. Aku, Tutus, dan Faris langsung masuk mobil. Di bagian inilah kejadian itu tejadi tepat pada saat kejadian yang terjadi itu terjadi.

Pas mobil dimundurin, ternyata ada sesuatu yang ketabrak. Faris yang nyetir mobil langsung kaget trus nanya sama sekumpulan manusia yang lagi basketan tadi,”mas, ini motor siapa??” tapi tak ada respon sama sekali dari makhluk tadi. Karena nggak ada respon, Faris langsung melakukan manuver. Secara tiba-tiba muncul 2 tokoh antagonis yang tadi sempet tanding bareng. ”woi, bisa nyetir nggak?!” ”ya maaf, kan tadi saya udah nanya.” ”laen kali kalo nyetir liat-liat!!” terdengar suara gamparan di pipi Faris. Secara spontan, aku sama Tutus melakukan apa yang namanya self defence alias menangkis (padahal jauh dari jangkauan tamparan). ”woi!!” teriakan Faris yang muncul beberapa detik setelah tamparan. ”apa?! Hah?! Keluar sini kalo brani!!” mendengar tantangan maut dari sang lawan, Faris pun langsung keluar. Strategi ini salah besar, karna dengan mudahnya 2 makhluk tadi langsung menjambak rambut Faris, trus langsung melancarkan serangan.

Aku langsung keluar, berusaha melerai catfight yang dilakukan 2 orang itu. Sementara Tutus keluar sambil melontarkan ucapan sakti yang pada intinya ”sama-sama manusia kok berantem!!??”. Dengan jelas kuliat sosok yang mukulin Faris (dengan tetap menjambaknya). Yang satu nggak pake baju dengan ada nya kutil di tubuhnya, hal ini memperlambat proses pemisahan karena rasa jijik yang muncul jika menyentuh tubuh manusia berkutil penuh keringat dan melakukan catfight. Sementara yang satunya botak agak gendut.

Sambil melerai, aku ngeliat ke sekeliling, apakah ada kotak telepon, supaya aku bisa ganti kostum jadi superhero, sayangnya nggak ada satu pun kotak yang tersedia. Aku pun juga sempet mikir, kalo aku melakukan serangan maut, pasti temen-temennya bakal nggak bisa diem aja. Dari kejauhan terlihat para makhluk temennya si botak dan si kutil melakukan pengawasan. Ada juga bapak-bapak tua sang penjaga kebersihan yang cuma ngeliatin aja.

Tio dan Lukman merasakan sesuatu yang nggak beres, jadi mereka balik lagi, dan untuk beberapa saat menikmati adegan pengeroyokan ini, sampai akhirnya mereka sadar, temennya yang lagi dikeroyok. Aku kembali menganalisa, jumlah pemainku ada 5 orang, sementara musuhnya ada sekitar 10-an anak. Dengan melakukan pertimbangan, aku lebih memilih untuk damai, jadi aku nggak melakukan serangan. Sekitar 5 menit pemukulan berlangsung, akhirnya si botak mau dengerin omongan damai, sementara si kutil kayaknya masih buas.

Adegan pun berakhir secara happy ending, dan melakukan perjanjian akan melupakan adegan ini. Faris langsung diobati dirumah Tio, sementara Lukman menawarkan tawaran menggiurkan,
”mau dibales nggak?? Kupanggilin temen-temenku biar mereka dihajar.” si Tio langsung jawab,”jangan, ntar Faris lagi yang kena, mobilnya Faris bisa dicegat ntar” sebenernya aku setuju dengan tawarannya Lukman, tapi jawabannya Tio juga rasional.

Dan setelah hari itu, kegiatan basket di pagi hari dihentikan. Liburan pun juga selesai. Kejadian yang kuharapkan kayak di novel Harry Potter sama sekali nggak terjadi, surat dari Hogwarts sama sekali nggak datang. Yang terjadi malah kejadian yang tak kuharapkan, pengeroyokan by si botak dan si kutil. Sebuah momen yang merupakan awal hilangnya tubuh nyaris rada atletis dikit.

            Kehidupan murid SMA pun dimulai...

Senior High School (bab 34)

Tokoh utama biasanya mengalami apa yang namanya “happy ending”, dan itulah yang kualami, walau mungkin aku bukan tokoh utama (setidaknya jadi pemeran pembantu). U.A.S yang menyebalkan telah dilewati, dan dengan sukses aku dapet surat tanda kelulusan lengkap dengan cap 3 jariku tertera di surat itu tepat pada foto 3x4 yang kaku ala foto ktp.

Sekitar 99% murid SMP 21 lulus, dan 1 % nya mengalami nasib yang tidak beruntung. Seorang siswi asal papua dengan ras jawa lah yang mengalami nasib tidak beruntung itu. Denger-denger dari rumor yang beredar, siswi itu emang agak freak orangnya, kadang kalo jalan suka senyum sendiri, kalo ngajak ngomong biasanya topik pembicaraannya yang benar-benar aneh dan tak terduga. Misalnya, “eh, kamu pake celana dalam apa hari ini?? Pasti sama kayak celana dalamku ya?? Tukeran yuk??”. Aneh kan??

Setelah ritual kelulusan yang menyenangkan, kemudian dilanjutkan dengan sesi liburan yang tak kalah menyenangkan juga. Menurut aturan tak tertulis, liburan kali ini harusnya dikonsentrasikan kepada masalah pencarian senior high school. Tapi who care, bersenang-senang adalah tujuan utama hidupku, jadi dari pada sibuk nyari sekolahan, mending maen ayunan di taman sambil ngemut permen lolipop bentuk kipas angin, pasti fun banget. Hingga akhirnya aku tersadar, aku harus nyari sekolahan layaknya anak-anak manusia.

Berdasarkan hasil investigasi tim rahasia, sekolah yang unggul kala itu adalah SMA 3, dengan prestasinya yang luar biasa, mengalahkan sekolah luar biasa. SMA Loyola, dengan kebutuhan iuran paling tinggi alias mahal(khusus buat yang mampu). SMA 1, buat yang pengen gahol (konon katanya murid naek mobil adalah hal biasa), dan sederet SMA laennya yang tidak diketahui oleh tim investigasi rahasia.

Aku pun mulai mempertimbangkan hasil laporan para keroco-keroco itu tadi. Sekali lagi roda gerigi di otakku mulai berputar. Sarang laba-laba berbentuk istana pun hancur seketika seiring berputarnya roda gerigi, sedangkan sang laba-laba malah asik jogging di roda gerigi, kemudian mampir di warung bubur ayam pak No, sembari menikmati es teh kopi buatan home industri. Begitulah kehidupan keluarga laba-laba sang penjual kerupuk ikan.

Berhubung otakku sudah tidak bisa diandalkan, aku pun mulai memakai insting. Sekolah manakah yang dekat? Sekolah manakah yang kualitasnya gak jelek-jelek amat? Sekolah manakah yang memiliki resiko paling rendah dalam hal senioritas? Sekolah manakah yang memiliki kantin dimana kita bisa ngutang di kantin itu? Lalu pilihan jatuh kepada... SMA 4 !!!

Bersama teman-teman setanah air, aku mendaftar ke SMA 4. Kebetulan SMA 4 bersebelahan persis dengan SMP 21, jadi aku tinggal lompat tembok aja, nyampe deh di SMA 4, deket banget dah. Reputasi sekolah ini pun juga nggak jelek-jelek amat, siswinya nggak ada yang jadi bintang film porno setingkat Miyabi. Masalah senioritas? No problem, sekali lagi aku satu sekolahan sama Hendrik (kakak kedua). Jadi kalo aku di bullying sama kakak kelas, tinggal panggil, ”kakak kedua!!”. Kalo dipalakin sama kakak kelas, tinggal panggil, ”kakak kedua!!”. Kalo cintaku ditolak sama kakak kelas tinggal panggil, ”kakak kedua!!”. Sayangnya di sekolah ini nggak bisa ngutang di kantin, jadi kalo lagi nggak ada duit, tinggal panggil,”kakak kedua!!”.

Kedua orang tua ku sempet nggak setuju kalo aku milih SMA 4 sebagai senior high school-ku, apa lagi junior high school. Aku disuruh daftar di SMA 3 yang lebih elit dikit.
”kok malah daftar di SMA 4?? SMA 3 aja, kan lebih bagus.”
”bagusan SMA 4 kok, liat aja taun ini, SMA 4 lulus 100%, SMA 3 ada yang gak lulus, kan bagusan SMA 4.” sambil nunjukin hasil prosentase perhitungan lembaga pendidikan.
Dan setelah berdebat cukup panjang, akhirnya aku mengatakan sebuah fakta yang cukup mengagetkan, ”SMA 3 kan jauh, ntar kalo aku telat gimana? Udah itu transportasinya pasti juga mahal”. Mendengar kata mahal, ibuku sepertinya langsung skakmat. Perdebatan kali ini berhasil ku menangkan. SMA 4 pun jatuh ketanganku sebagai kandidat senior high school terpilih.

U.A.S (bab 33)

Sebuah pertarungan yang pasti (100%) akan dihadapi oleh anak-anak tahun ajaran akhir di sekolahnya. Sebuah pertarungan yang tak terelakkan lagi. Sebuah pertarungan yang dimana kalo gagal bakal ngulang setaun n gak dapet sertifikat bukti kelulusan. Yak,inilah, sebuah pertarungan yang biasa kita sebut sebagai ”U.A.S”.

Aturannya simpel aja, kerjain soal yang disediakan dengan benar dan tepat. The problem is (buat yang punya kadar kepintaran rata-rata alias pas-pasan) gak gampang buat ngejawab semua pertanyaan dari berbagai mata kuliah dengan baik dan benar, apalagi buat yang punya kadar kepintaran rata-rata alias pas-pasan. Dan aku adalah salah satu dari miliaran umat manusia yang punya kecerdasan setingkat lumba-lumba vegetarian yang suka makan kornet sapi ditengah malam.

Menjelang ujian, entah kenapa para guru berubah menjadi beringas bukan main. Secara tiba-tiba, peraturan dan undang-undang yang dibuat oleh pihak sekolah menjadi 100 juta kali kertas lipat lebih ketat dari sebelumnya (mengalahkan celana pendek ketat alias hotpant), terutama masalah rambut. Kalo ada murid yang ketahuan punya rambut gondrong, secara dramatis helikopter muncul dilangit dan pasukan khusus turun pake tali sambil ngantongin gunting kebon bapaknya masing-masing. Murid gondrong tadi pun langsung dibawa kesebuah ruangan khusus dan diinterogasi abis-abisan. Keesokan harinya murid tadi gak punya rambut, bahkan sehelai bulu pun tak tampak di tubuhnya.

Selain itu entah kenapa, murid-murid berubah jadi pada rajin belajar dan berbakti kepada orang tua. Anak hip hop pada ngejualin kalung emasnya buat beli buku pelajaran. Anak buta huruf pada pake kacamata buat baca buku pelajaran. Anak istri pada nunggu bapaknya di rumah buat ngasih pelajaran.


Dengan cara apapun semua murid pada berusaha buat menghadapi ujian akhir sekolah. Dan aku pun udah mempersiapkan diri sejak kelas 1 smp dengan mengikuti bimbingan belajar di primagama (promosi dikit). Setidaknya aku udah nyolong start dari awal, walopun perkembangan otakku berjalan cukup lambat. Sedangkan mereka yang emang dikaruniai kecerdasan lebih dari seekor lumba-lumba vegetarian yang suka makan kornet sapi di malam hari, cukup dengan mengupil sambil belajar, maka materi ujian pun akan terserap semua bagai black hole.

Setelah berkutat berhari-hari dengan buku pelajaran yang entah kenapa cukup handal jadi dongeng sebelum tidur (mungkin karna tiap abis baca langsung ngantuk), jiwa raga pun akhirnya siap menghadapi takdir. Lembar soal didepan mata, pensil berjarak 3 cm dari jari-jari, penghapus didalam kotak pensil berwarna kuning hadiah dari mc donald, dan mesin pemikir didalam tengkorak dengan menggunakan tenaga uap. 120 menit adalah waktu yang disediakan, tapi itu belum termasuk makan, minum, istirahat, refreshing, nyari gebetan. Jika semua dijumlahkan, maka waktu yang dibutuhkan adalah 40 hari 40 malam!!??

Bermodalkan kepedean yang tinggi dan naluri hewani, 80% soal aku kerjakan sendiri, sedangkan sisanya hanya mengandalkan bala bantuan dari temen-temen yang baik hati memberikan jawabannya pake kode jari ajaib. Budaya jari ajaib ini kelak akan terus menjadi jurus andalan buat makhluk-makhluk yang kehabisan akal budinya. Bisa dibilang, jurus turun temurun ini adalah musuh bebuyutannya U.A.S, dimana ada U.A.S, disitu ada jari-jari ajaib.

Untung pas taun ku, ujian yang diujikan masih Cuma 3 mata pelajaran, taun ajaran selanjutnya U.A.S bakalan ditambah pelajaran IPA, lalu mungkin berlanjut ditambah IPS, lalu PPKN, lama-lama bakal ada ujian tata boga. Kebayang seorang murid laki-laki berbadan tegap dan gagah, dengan sekumpulan bulu yang mulai muncul di atas mulutnya dan di dagunya, gagal menghadapi ujian memasak tingkat nasional. Trus karna depresi, si murid langsung bunuh diri, lalu masuk berita, ”seorang siswa kelas 3 SMP ditemukan bunuh diri di pohon cabe dikarenakan tidak lulus dalam ujian memasak”.

3 hari pada masa ujian serasa 3 tahun, 3 minggu pada masa liburan serasa 3 jam. Mungkin teori itu belum sempet dipublikasikan oleh Albert Einstein, tapi percayalah, bahkan bapak Einstein pun tidak pernah mengemukakannya. Dan layaknya budaya negara kita, kalo abis ujian, pasti pada langsung kluyuran nggak jelas, seolah-olah baru keluar dari penjara LP Cipinang..


Walopun tidak tahu apakah kelak nantinya akan lulus ato tidak,yang jelas setelah U.A.S, having fun adalah wajib hukumnya...

LCKB menjadi LSCKB (Bab 32)

Menurut buku pelajaran agama yang ku baca, dalam ajaran Katolik ada yang namanya 7 sakramen, yaitu sakramen baptis, sakramen tobat, sakramen ekaristi, sakramen krisma, sakramen perkawinan, sakramen imamat, sakramen minyak suci. Sesuai dengan umurku yang waktu itu tergolong imut-imut, maka aku hanya baru bisa mencapai sakramen ekaristi, dan selanjutnya adalah sakramen krisma, atau penguatan iman (imanku masih lemah untuk menghadapi kekuatan Lord Voldemort). Istilah dalam game mungkin dari swordsman menjadi knight, kalo dalam film kartun mungkin dari pikachu menjadi raichu, kalo dalam pendidikan mungkin dari SD ke SMP, kalo dalam lagu mungkin (singing)”persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu”, Sebelum menaiki tahapan selanjutnya, aku harus ngikutin pelajarannya dulu. Bisa dibilang pelajarannya nggak terlalu sulit, karena yang diajarkan kebanyakan tentang nilai kehidupan, jadi masih bisa pake nalar (setidaknya otakku enggak usah kerja keras buat mikir kalo pas ujian).

Pelajaran krisma diadakan setiap 2 taun sekali, dan pengelompokkannya disesuaikan dengan lingkungan masing-masing. Di lingkunganku sendiri tersedia beberapa orang yang juga belum menerima sakramen ekaristi, dan beberapa diantaranya (temen seperjuangan) adalah Tutus, bocah berambut keriting dengan bibir yang tebal, lalu Kornel, bocah berambut cepak dengan kulit yang gelap dan bibir yang tebal, dan Dibyo, yang paling muda, paling alim, paling pinter dengan bibir yang tebal (paling tebal sepertinya), sementara aku, Tutus, Kornel, adalah sang pembuat onar.
Pada pertemuan pertama ditetapkan bahwa jam pelajaran dimulai jam 5 sore, di rumah Dibyo. Berhubung rumahku deket sama Tutus, jadi kita berdua berangkat bareng, dan berhubung rumah Dibyo ngelewatin rumah salah satu temen kami, Ririn, maka setiap pulang pelajaran pasti mampir dulu buat ngisi amunisi di perut, entah itu Ririn ngasihnya ikhlas ato nggak. Dan kegiatan ini berlangsung selama masa pendidikan sakramen krisma berlangsung, dan ngisi amunisi di rumah Ririn sudah menjadi ritual bagi aku dan Tutus.

Hukuman yang paling berat menurutku dan Tutus pas pelajaran bukanlah menjawab pertanyaan, bukanlah membaca bacaan, tapi yang paling berat adalah mimpin doa. Barang siapa yang datangnya paling telat, dialah yang kelak memimpin doa. Aku sama Tutus terbiasa dengan kehidupan yang konyol, jadi memimpin doa dengan kata-kata yang serius dan sikap yang serius adalah kombinasi yang bahaya bagi kami berdua (kecuali kalo doa dalam hati).

Setelah berbulan-bulan mengikuti pelajaran sakramen krisma tanpa menyisakan satu tempat absen, akhirnya kami semua menghadapi apa yang namanya ujian. Untungnya soal ujian bisa dikerjain pake nalar, jadi sekali lagi otakku cukup dipake sekitar 5% dari total kapasitas 1% dengan dikurangi kadar oksigen 3% dan mencampurkan dengan cat poster warna merah sebanyak 6% kemudian ditambahkan dengan nilai-nilai norma yang ada.

Unfortunately, semuanya pada lulus sakramen krisma, baik yang ibu-ibu, adik-adik, mbak-mbak, kakak-kakak, semua lulus. Maka selanjutnya bakal diadain upacara ato sakramen ekaristi khusus buat yang akan menerima sakramen krisma. Sebagai tanda kalo udah nerima sakramen krisma, biasanya ketambahan nama di tengah, jadi nggak usah capek-capek ngasih tau ke orang-orang kalo kita udah nerima sakramen krisma, cukup dengan membusungkan dada sambil nunjuk kartu nama masing-masing.

Nama yang bakal ditambahin bisa dipilih sendiri, jadi sebelum ngisi formulir pendaftaran, aku buka buku khusus nama-nama nasrani, dan nyesuaiin dengan tanggal lahir masing-masing. Untunglah nama yang tersedia sesuai tanggal lahirku agak kebarat-barat an (setidaknya bukan sukiyem atau supratno, masa capek-capek ngikutin pelajaran cuma dapet nama jadul gitu).

Tepat di sore hari yang bolong itu, upacara diadakan. Gereja yang keliatan luas jadi semakin luas karna umatnya yang datang sedikit. Dan seperti bisa, pas perayaan ekaristi, aku, Tutus dan Kornel malah asik bercanda tawa bersama membahas masalah ketebalan bibir.

Selama 1 jam berlangsung, akhirnya upacara yang nyaris digunakan buat nambah dosa pun selesai. Dan mulai hari itu, aku akan menjalani hidup dengan mengantongi nama yang lebih panjang..


LOUIS STANISLAUS CAHYO KUMOLO BUNTARAN
Louis nama baptisku
Stanislaus nama krisma ku
Cahyo Kumolo nama pemberian orang tuaku
Buntaran nama marga ku

Persahabatan Bagai Kecebong (bab 31)

Kelas 3 berarti udah waktunya buat menghadapi yang namanya ujian akhir nasional, sebuah ujian yang menentukan apakah kita layak mendapatkan sertifikat atau tidak. Selain ujian tertulis, ada juga ujian prakteknya. Mulai dari yang aneh aneh, sampai yang paling aneh, salah satunya dance (dansa, menari, joged).

Kata dance sangat bertolak belakang denganku, bahkan nyaris mustahil buat ngelakuin sebuah dance. Senam pagi yang dilakuin pas kelas 2 aja berkali kali selalu lupa gerakannya. Waktu ujian olah raga, aku cuma diam tak menentu karna lupa gerakannya. (seandainya matanya nggak ditutup, mungkin aku bisa nyontek). Senam aja nggak bisa, apa lagi dance (membayangkan Michael Jackson yang lagi nari sambil nyanyi, pas mukanya di zoom, ternyata wajahku dengan tubuh Michael Jackson).

Untunglah ujian dance dilakukan secara berkelompok, jadi setidaknya bukan cuma aku aja yang berbadan Michael Jackson. Singkatnya, dalam kelompokku ada 4 cewek (Ririn, Irna, Dewi, TJ) dan 4 cowok nyaris pria (aku, Faris, Tutus, Hamind). Secara sekilas kayaknya nggak ada yang punya sejarah dance, mungkin cuma beberapa tapi tidak mau mengakuinya (takut disuruh nari bugil depan kelas kayaknya).

Mungkin dance lebih dekat dengan cewek, jadi aku dan ketiga teman calon pria itu menyerahkan sepenuhnya tugas dance kepada para cewek, kita cuma mengikuti kemauan mereka. Kalo mau tarian arabian oil, its okay, tarian ular, no problem, tarian anaconda, piece of cake, bahkan kalo perlu tarian ular phyton kita lakuin demi memuaskan hasrat mereka.

Walopun kayaknya skill ku pas pas an, tapi setidaknya aku pernah merasakan nari didepan kelas. Tarian yang kulakukan sangatlah orisinil, bahkan kuciptakan gerakan itu 5 menit sebelum tampil. Dan lagu yang mengiringi dance ku juga tidak main-main, lagunya berjudul “anak gembala”. Beruntunglah waktu itu kelas 4 sd, jadi aku masih belum mempelajari ilmu malu.

Demi memperoleh gerakan yang bombastis, kami semua pergi ke sebuah perguruan senam, dan mencari guru yang mau mengajari anak-anak ingusan ini. Tanpa basa-basi, gurunya langsung menyetujui untuk mengajari ilmu dance kepada kami para newbie. Sebenarnya aku rada curiga dan kawatir, takut kalo ntar yang diajarin malah senam, bukan tarian dance yang biasa kulihat di acara “lets dance”. Masa ntar kelompok lain pada nyetel musik hip hop, trus ngedance sampe kepalanya pindah ke bawah, sementara kelompokku nyetelnya lagu senam yang slow, trus gerakannya juga slow, kepalanya masih utuh diatas.

Awalnya agak canggung juga nari pake guru, gerakannya pun juga aneh buat dilakuin, tapi demi ujian akhir, apapun yang menghalangi, akan ku halangi. Biar hujan rintik rintik sampe hujan rontok, tetep latian. Kalo diliat-liat, gerakannya Irna lah yang paling luwes, kemudian TJ, lalu disusul oleh Dewi, kemudian dibelakangnya ada Tutus, lalu diikuti oleh hamind, dan kemudian pemain bernomor punggung 11, lalu mengoper kepada Tsubasa, dan kemudian ditendang,,, dan.... GOLL!!!

Lambat laun, kelompokku ini jadi makin akrab, kemana-mana bareng. Kalo abis latian juga masih sempet cipika cipiki (kalo sempet). Saking akrabnya, kelakuan buruk pun dapat dimaklumi, misalnya pas Tutus ngentutin Ririn,

”asem ya Tus, kentutmu bau nih!!”

”ya, aku juga memakluminya.”

kalo dulu,

”Maaf saudara Tutus, kentut anda menghalangi oksigen yang akan saya hirup, berkenankah anda menyedot kembali gas amoniak yang anda keluarkan??”

”siapa sih lo??”

Pernah suatu ketika pas mau latian nari di rumah Irna, perutku malah sakit maag, jadi aku tiduran di sofa. Untung ibunya Irna baik hati dan tidak sombong, jadi aku dikasih obat maag, trus ibunya ngomong,

”tante bikinkan mi ya?”

karna nggak enak, aku jawab aja,” duh, nggak usah tante, perut saya nggak papa kok, jadi ngerepotin.”

”mau goreng apa rebus??”

”yang goreng aja deh tante.”

si Tutus langsung bisikin,” katanya nggak usah??”

”kan ditawarin.”

”$@@#$$%$”

Berminggu minggu latian, akhirnya tiba saatnya buat unjuk gigi taring. Satu per satu kelompok tampil, dengan gerakannya masing-masing. Kelompokku pun tampil dengan gerakan yang tidak kalah hebatnya dengan ombak di tepi pantai (bayangkan 4 Agnes Monica menari berwajah Ririn, Irna, Dewi, TJ, dan 4 penyanyi Rain berwajah aku, Hamind, Faris, Tutus). Betapa leganya karena ujian dance ini berakhir. Dan betapa memuaskannya karena sempat merasakan apa yang namanya persahabatan bagai kecebong, mengubah telur menjadi kodok. Persahabatan singkat, tapi kenangannya abadi.