Sepucuk surat datang melalui seekor burung hantu kumal. Surat itu tertuju kepada Harry Potter, dan berasal dari Hogwarts, disertai dengan tagihan listrik yang udah nunggak sampe 5 bulan. Isinya menyebutkan bahwa Harry Potter diterima di sekolah Hogwarts, sebuah sekolah penyihir. Beberapa hari berikutnya si Potter bakal bertualang di sekolah barunya.
Itulah sepenggal kisah dari novel Harry Potter edisi pertama. Dalam kisah penerimaanku di SMA 4, akan lebih baik kalo kisahnya kayak si Harry Potter. Nongkrong nggak jelas di rumah, trus tiba-tiba seekor beruang dengan seragam tukang posnya dateng ke rumah sambil bawain surat dari SMA 4 disertai beberapa surat dari penggemarku yang pada minta tanggung jawab karena udah bikin muntaber. Supaya lebih mendramatisir, akan lebih baik kalo isi surat dari pihak sekolah hampir sama kayak surat-surat yang lolos dari audisi kontes bakat.
Namun selalu aja, apa yang dipikirkan tidak selalu sama dengan apa yang terjadi pada kenyataannya. Jangankan nongkrong nggak jelas, nongkrong yang jelas aja nggak bisa. Hari-hari penuh dengan penantian apakah aku diterima di SMA 4 ato di Hogwarts? apakah kelak aku harus memakai kacamata bulat, ato kacamata lingkaran?
Sembari menunggu pengumuman mutlak dari pihak sekolah, aku bersama teman-teman yang juga kebetulan berasal dari satu smp, satu kota, satu pulau, satu negara, satu benua, satu bumi, dan satu galaksi, membuat rencana untuk mengisi liburan. ”tiap pagi basketan yoo!!” salah satu ide yang terlontar entah dari siapa, membuatku menjadi berimajinasi, membayangkan diriku yang tinggi besar, melakukan shoot dari ujung lapangan. Kemudian dari ujung yang satunya temanku membalas lemparanku. Lalu aku juga mulai membalas pukulan temanku. Dan bayanganku berubah jadi maen voli. ”tiap pagi jam 6 maen basket dilapangan UNDIP, pasti sepi tuh.” kata temenku.
Adegan pun dipercepat menjadi pagi hari. Beberapa temenku yang suka nongol ada Tutus, Faris, Tio, Lukman, dan beberapa temen laen kadang nitip absen. Selama liburan diisi dengan kegiatan yang healthy ini, dilanjutkan dengan makan bubur ayam yang tidak kalah healthy-nya dibanding dubur ayam. Waktu itu juga tubuhku sedikit rada atletis dikit (entah dimana sekarang tubuh atletisku itu).
Dalam beberapa permainan basket, nggak jarang kita-kita calon siswa SMA tanding sama anak kuliahan. Berkali-kali kita tanding, tetep aja pihak sana yang menang, bahkan meskipun ada yang menyogok pihak sana, tetep aja sana yang menang. Di tim ku sendiri, hanya 2 anak yang benar-benar jago basket, Tutus dan Lukman. Lalu ada si beruntung Tio, meskipun skillnya gak jago-jago amat, tapi tembakannya jarang meleset, sayangnya dia juga jarang nembak. Dan Faris, yang memiliki tubuh lebih besar diantara kami semua. Sementara aku, yang bisa kuandalkan adalah bau badanku kalo lagi keringatan, dijamin musuh gak bakal ngerebut bola.
Kadang-kadang ada anak yang ikutan nongol, kayak Hamind, si gendut yang skillnya tidak bisa diragukan. Ada juga Chanip, pemuda berwajah arab yang bermain ala arab. Walopun ketambahan pemain-pemain berbakat ini, tetep aja pihak anak kuliahan yang menang. Mungkin para mahasiswa itu terlahir dengan memegang bolanya sendiri, jadi jago banget kalo urusan bola-membola.
Liburan demi liburan berlalu, skill bermain kita tetep nggak mutu. Dan diantara beberapa permainan, ada satu scene yang benar-benar susah dilupakan. Kisah ini berawal dipagi hari yang cerah diikuti suara burung yang berkukuruyuk. Berangkat ke rumah Tutus trus nungguin Faris jemput naek mobilnya. Abis itu langsung tancap ke lapangan basket di UNDIP, kalo nggak salah inget, di MIPA. Lukman sama Tio nyusul naek motor. Beberapa makhluk dengan sebutan ”manusia” udah pada pemanasan di lapangan itu. Biar nggak kalah keren, aku ikut pemanasan.
Abis pemanasan singkat, kelompokku diajakin tanding sama sekumpulan manusia tadi. Aku sama Faris jaga di belakang, Tio di tengah, dan yang melakukan penyerangan adalah Tutus dan Lukman. Pertarungan berlangsung sangat sengit, jurus demi jurus dilontarkan. Dilihat dari postur tampangnya, kayaknya lawan kami kali ini adalah anak SMA. Selain itu cara bermainnya pun juga nggak terlalu brutal di banding anak kuliahan yang biasa di jotosin. Bisa dibilang, tingkat pertarungan kali ini adalah normal.
Pihak lawan punya keuntungan dalam hal jumlah pemain, mereka masih bisa melakukan pergantian tokoh, sedangkan dipihakku, mau sampe muntah darah pun, yang maen tetep orang-orang itu aja. Mungkin karena faktor inilah, pihakku kalah. Walopun kalah tipis, yang namanya kalah ya kalah, dan faktanya, level kami adalah easy.
Setelah melakukan pegambilan oksigen yang cukup, kami semua langsung bubar, sementara pihak lawan tetep maen basket. Lukman sama Tio langsung pulang. Aku, Tutus, dan Faris langsung masuk mobil. Di bagian inilah kejadian itu tejadi tepat pada saat kejadian yang terjadi itu terjadi.
Pas mobil dimundurin, ternyata ada sesuatu yang ketabrak. Faris yang nyetir mobil langsung kaget trus nanya sama sekumpulan manusia yang lagi basketan tadi,”mas, ini motor siapa??” tapi tak ada respon sama sekali dari makhluk tadi. Karena nggak ada respon, Faris langsung melakukan manuver. Secara tiba-tiba muncul 2 tokoh antagonis yang tadi sempet tanding bareng. ”woi, bisa nyetir nggak?!” ”ya maaf, kan tadi saya udah nanya.” ”laen kali kalo nyetir liat-liat!!” terdengar suara gamparan di pipi Faris. Secara spontan, aku sama Tutus melakukan apa yang namanya self defence alias menangkis (padahal jauh dari jangkauan tamparan). ”woi!!” teriakan Faris yang muncul beberapa detik setelah tamparan. ”apa?! Hah?! Keluar sini kalo brani!!” mendengar tantangan maut dari sang lawan, Faris pun langsung keluar. Strategi ini salah besar, karna dengan mudahnya 2 makhluk tadi langsung menjambak rambut Faris, trus langsung melancarkan serangan.
Aku langsung keluar, berusaha melerai catfight yang dilakukan 2 orang itu. Sementara Tutus keluar sambil melontarkan ucapan sakti yang pada intinya ”sama-sama manusia kok berantem!!??”. Dengan jelas kuliat sosok yang mukulin Faris (dengan tetap menjambaknya). Yang satu nggak pake baju dengan ada nya kutil di tubuhnya, hal ini memperlambat proses pemisahan karena rasa jijik yang muncul jika menyentuh tubuh manusia berkutil penuh keringat dan melakukan catfight. Sementara yang satunya botak agak gendut.
Sambil melerai, aku ngeliat ke sekeliling, apakah ada kotak telepon, supaya aku bisa ganti kostum jadi superhero, sayangnya nggak ada satu pun kotak yang tersedia. Aku pun juga sempet mikir, kalo aku melakukan serangan maut, pasti temen-temennya bakal nggak bisa diem aja. Dari kejauhan terlihat para makhluk temennya si botak dan si kutil melakukan pengawasan. Ada juga bapak-bapak tua sang penjaga kebersihan yang cuma ngeliatin aja.
Tio dan Lukman merasakan sesuatu yang nggak beres, jadi mereka balik lagi, dan untuk beberapa saat menikmati adegan pengeroyokan ini, sampai akhirnya mereka sadar, temennya yang lagi dikeroyok. Aku kembali menganalisa, jumlah pemainku ada 5 orang, sementara musuhnya ada sekitar 10-an anak. Dengan melakukan pertimbangan, aku lebih memilih untuk damai, jadi aku nggak melakukan serangan. Sekitar 5 menit pemukulan berlangsung, akhirnya si botak mau dengerin omongan damai, sementara si kutil kayaknya masih buas.
Adegan pun berakhir secara happy ending, dan melakukan perjanjian akan melupakan adegan ini. Faris langsung diobati dirumah Tio, sementara Lukman menawarkan tawaran menggiurkan,
”mau dibales nggak?? Kupanggilin temen-temenku biar mereka dihajar.” si Tio langsung jawab,”jangan, ntar Faris lagi yang kena, mobilnya Faris bisa dicegat ntar” sebenernya aku setuju dengan tawarannya Lukman, tapi jawabannya Tio juga rasional.
Dan setelah hari itu, kegiatan basket di pagi hari dihentikan. Liburan pun juga selesai. Kejadian yang kuharapkan kayak di novel Harry Potter sama sekali nggak terjadi, surat dari Hogwarts sama sekali nggak datang. Yang terjadi malah kejadian yang tak kuharapkan, pengeroyokan by si botak dan si kutil. Sebuah momen yang merupakan awal hilangnya tubuh nyaris rada atletis dikit.
Kehidupan murid SMA pun dimulai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar