Sama hal nya dengan SMP, masa SMA diawali dengan sebuah ospek, MOS, atau entah apa namanya. Sekali lagi aku merasakan apa yang disebut sebagai “murid baru diantara para murid baru”. Selama beberapa tahun aku hanya melihat SMA 4 dari luar, sekarang, aku melihat SMA 4 dari luar dan dalam, seperti panas dalam. Setelah itu kuminum adem sari. Panas dalam?? Minum adem sari...
Seperti biasa, masa ospek ini selalu di isi dengan kegiatan yang aneh, walopun masih aneh kehidupanku dari pada ospek. 3 hari merasakan senioritas, setelah itu masa perburuan mencari gadis desa. Dan pada masa pencarian itulah, aku bertemu dengan sosok perempuan cantik, perempuan tulen, dan perempuan yang tidak memiliki lubang dibelakangnya.
Alkisah, entah hari kedua masa ospek atau hari ketiga masa ospek, pada waktu pulang sekolah, yang beragama Katolik disuruh ngumpul dulu. Kebetulan di kartu pelajarku, di kolom “agama” tertulis “Katolik”, dan di kolom “jenis kelamin” tertulis “pria” bukan digambar. Maka aku bersama kedua temen SMP-ku, Tutus dan Gentong ikut berkumpul di ruang yang disebutkan. Hari pertama pertemuan tidak ada yang menarik, bisa dibilang mengecewakan. Tapi pada hari kedua inilah aku bertemu sosok perempuan cantik, perempuan tulen, dan perempuan yang tidak memiliki lubang dibelakangnya.
Aku dan Tutus berlomba merebut perhatian perempuan tadi, karena hanya ada 1 cewek cakep dalam ruangan itu. Sebut saja namanya Rosa Delima. Sesuai namanya, Delima, tiap ngeliat dia, jadi inget warna merah, dan sebaliknya, kalo liat warna merah, jadi inget darah. Jadi kesimpulannya Delima = darah?? Tidak juga.
Dengan melakukan sedikit penelitian ilmiah, ku temukan bahwa senyawa a tidak sama dengan senyawa x, apalagi senyawa z, dan tentu saja tidak ada hubungannya dengan senyawa qwerty. Dari penelitian ini juga aku mengetahui bahwa Rosa berada di kelas X3, aku di kelas X1, Tutus di kelas X9, Gentong di kelas X7, Faris di kelas X2, Ririn di kelas X4, dan para mutan di kelas X-men.
Mari kita skip cerita tentang percintaan, karena sekarang bukan waktunya hubungan asmara, sekarang waktunya menuntut ilmu.
Beberapa anak di kelas X1 sudah ada yang aku kenal, karena kebetulan juga satu SMP. Sementara yang lainnya belum aku ketahui jenis kelaminnya.
”namamu siapa??”
”aku Tanjung, kamu??”
”aku Louis,hehehehe..”
”rumahmu dimana??”
”oh,aku sih di ngesrep, kamu dimana njung??”
”sekaran.”
”iya, sekarang, dimana rumahmu??”
”sekaran.”
”iya sekarang tinggal dimana??”
”rumahku namanya sekaran.”
dengan rasa malu amat luar biasa, kujawab,”ooohhhhh....”
Itulah sepenggal kisah perkenalan yang susah untuk dilupakan, karena harga diriku dipertaruhkan.
Di dalam kelas pun ada sosok yang menarik perhatian untuk diselidiki, Ardyansah Lubis namanya. Tubuh besar yang kekar, bulu-bulu disekitar wajahnya yang elok, suaranya yang menggelegar, serta celana dalamnya yang berwarna putih, menghiasi nama Ardyansah. Makhluk unik yang memiliki kisah tersendiri.
Wibi si pendongeng, musuh bebuyutannya Ardyansah. Setiap kisah dapat diceritakan secara lisan tanpa catatan, apalagi kisah tentang Ardyansah, dengan senang hati bakal diceritain ke satu negara. Bahkan kisah yang membuat harga diriku anjlok, dapat diceritakannya dengan seksama. Kalo mau tidur, silahkan minta tolong Wibi buat bacain dongeng, dijamin nggak bakal tidur.
Ada juga Danny Erik, seorang pemuda berwajah (bisa dibilang) rada bule, sementara didalam darahnya tidak ada senyawa yang mengatakan bahwa dia keturunan bule. Sama hal nya denganku, pemuda (yang katanya) berwajah oriental, sementara tidak ada dalam buku sejarah yang menyebutkan bahwa aku keturunan F4, rain, lee min ho, dan sederet artis asia lainnya. Dalam waktu 3 hari, si pemuda bule itu sudah berhasil merebut perhatian sekelas. Sebuah fakta menyebutkan bahwa aku pernah sekali ada masalah dengan anak yang namanya Danny ini. Sewaktu SMP dulu pernah ada masalah dengan tema “wanita”. Kalo emang ditakdirkan, mungkin aku bakal berantem beneran sama Danny.
Selain tokoh-tokoh radikal tersebut, ada juga tokoh yang berperan dalam kelas. Thomas, dengan jiwa kepemimpinannya, mampu mengendalikan kekacauan negara. Satu-satunya anak yang bersedia mengorbankan dirinya menjadi ketua kelas. Lalu Esa, anak guru yang patuh terhadap guru, membuat keberadaan kelas X1 menjadi terjaga reputasinya. Serta Tio, seorang musisi yang telah eksis sejak SMP dengan bandnya, Xenon. Sebenernya masih ada anak-anak lainnya yang berperan, tapi hanya 3 ini yang dapat diingat perannya.
Dalam sebuah kelas, kita semua disatukan. Dengan papan nama X1, kelasku kelak diberi julukan,”PuSi”, singkatan dari SEpuluh SIji. Sepuluh dari bahasa Indonesia yang memiliki arti, sebuah angka yang terletak tepat setelah angka 9. Siji, dari bahasa Jawa, nama lain dari satu, sebuah angka yang terletak diantara angka 0 dan 2. Entah siapa yang punya ide buat memberikan nama PuSi, yang jelas satu kelas setuju semua.
Kisah dalam PuSi ini diawali dengan sebuah acara perkemahan di Bantir, dimana barak bekas tentara dulu tinggal. Selama 3 hari kami semua para murid baru akan bertahan di tempat angker itu. Konon katanya dahulu kala, pernah ada kejadian seorang murid kesurupan di Bantir sana. Saking hebatnya kekuatan kesurupan, hingga acara kemah berakhir pun sang anak masih aja kesurupan. Sampai akhirnya tu anak meninggal. Entah ini kisah fiktif atau belaka, yang jelas, kakak angkatanku yang sebelumnya sampe nggak ngadain acara kemah di Bantir.
Keesokan harinya, beberapa truk pasir sudah menanti. Tanpa mempedulikan gender, semua murid naik truk itu. Ini adalah pengalaman pertama kalinya perjalanan jauh dengan melakukan kedipan mata terbanyak karna kemasukan pasir. Mungkin prestasi ngedip ku itu bisa masuk MURI. Dengan tekad ”tidak percaya hantu”, maka aku melakukan doa doa sebelum berangkat, agar kelak nggak kesurupan.
Perjalanan yang cukup melelahkan yang disebabkan otot mata overdrive dan otot kaki overthere berakhir dalam beberapa menit. Hawa dingin menghiasi udara. Layaknya pasukan angkatan darat, kami semua turun dengan gaya masing-masing.
Malamnya diisi dengan kegiatan penampilan kelas masing-masing. Kelasku menampilkan sebuah drama, sebuah kisah tentang seorang pencuri yang kelakuannya nggak kalah baiknya dengan seorang dermawan. Kelas lain kebanyakan menampilkan sebuah atraksi musik, ada juga yang membawakan puisi disertai dengan alunan petikan gitar. Setelah itu dilanjutkan dengan menonton film Catatan Akhir Sekolah.
Film CAS bercerita tentang anak SMA yang mengabadikan hari-hari terakhirnya di sekolah dalam sebuah film yang kemudian ditampilkan dalam prom nite. Kebetulan sebelumnya aku belum pernah nonton film itu. Jadi memori yang muncul kalo liat film itu adalah masa SMA ku. Sampe sekarang pun kalo ada film itu, aku nyetel lagu ”i remember”-nya Mocca (kalo nggak salah inget penyanyinya itu, sementara judulnya aku lupa,hahahahahhaha) sambil nginget jaman ku SMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar