Rabu, 30 Juli 2014

Tanda Petik, Wanita (bab 39)

Konon katanya, 3 hal yang dapat menghancurkan pria adalah harta, kekuasaan, dan wanita. Harta, uang, emang sih, uang bukan segalanya, tapi hampir segalanya butuh uang. Kita aja kalo mau pipis di toilet, kudu bayar 500 rupiah, cuma pipis loh, belum ditambah yang lain. Lalu ada kekuasaan, bagi orang kecil (bukan ukurannya yang kecil), mungkin kekuasaan tidak begitu berpengaruh, tapi buat mereka orang besar (bukan ukurannya yang besar), mungkin kekuasaan bisa jadi segalanya. Dan terakhir adalah wanita. Buat pria homo, wanita bukan rintangan, tapi buat pria normal, kalo urusan wanita, apalagi wanita yang cakep, maka urusan perut pun bisa dinomor dua kan.

Kisah kali ini merupakan akibat dari salah satu hal yang dapat menghancurkan pria, yaitu…. “wanita”….

Berdasarkan realita yang ada, kalo SMA, biasanya kakak kelas 2 dan kelas 3 itu “hunting” adik-adik kelas 1. “hunting” disini memiliki arti yaitu mencari cowok cakep (buat para wanita) atau mencari cewek cakep (buat para pria). Sebaliknya buat adik-adik kelas 1, yang di “hunting” adalah temen-temen kelas 1 dan kakak-kakak angkatan kelas 2 dan 3, terutama yang aktif di OSIS atau pramuka.

Kali ini peranku masih berada di level kelas 1 SMA, jadi aku masih unyu ketika itu. Tepat saat aku masih unyu itu, aku berkenalan atau ibaratnya sedikit rada ngefans dengan salah seorang kakak kelasku, sebut saja namanya, mbak Desti (nama disamarkan demi kepentingan umum). Aku kenal sama dia karena mbak Desti ini kakak pembina pramuka ku.

Walaupun gak begitu deket layaknya cowok yang pedekate dengan cewek, tapi hubunganku dengan mbak Desti emang gak deket (ini fakta). Bukan cuma aku yang ngefans, tapi ada juga Aloy (nama ini disamarkan, sekali lagi, demi kepentingan umat manusia) temenku sekelas. Kalo dilihat lebih dalam, perasaan Aloy lebih spesial daripada aku deh. Jadi dalam pertarungan pedekate dengan mbak Desti, sebelum bertarung, aku udah mundur duluan (ceritanya biar aku tampak jagoan gitu, padahal emang cupu). Jadi kalo misalnya aku smsan sama mbak Desti, ya cuma sebatas smsan doank, nggak sampe telpon-telponan, lagian apa bisa layanan sms dipake buat nelpon??

Dilain pihak, ada yang namanya mas Airlangga (nama ini juga disamarkan, pokoknya yang ada namanya, disamarkan semua) yang notabene dikala itu statusnya adalah pacarnya mbak Desti. Mas Airlangga ini seorang murid kelas 3 yang dimata guru-guru, merupakan seorang murid teladan. Terbukti dalam beberapa kesempatan, guru sosiologiku memuja muji mas Airlangga ini.

Aku tahu mas Airlangga ini pertama kali karena dia anggota OSIS. Awal pertemuan sih belum sampe first love, lagian aku bukan homo. Yang aku tahu, dia ini orangnya baik hati dan tidak sombong,,, hingga sebuah momen yang dipersembahkan oleh produk sarung tinju terjadi.


Momen itu berawal sehari sebelumnya. Aku lupa apa yang kuperbincangkan dengan mbak Desti, karena emang dulu pernah curhat-curhat gitu. Dialog yang kuinget cuma beberapa alinea.
“dek aku takut nih nanti kamu di apa-apain sama mas Airlangga.” Begitu isi sms dari mbak Desti. Yang ada dibenakku, aku bakalan diperkosa sama mas Airlangga, dan itu adalah kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
“tenang aja mbak, aku nggak takut kok,………. aaaaa aku takut mbak,hhahahahahaha..” balasan smsku emang terdengar gak serius, pada dasarnya aku ini emang nggak serius.

“hahahha,kamu gimana sih, tapi aku beneran nggak enak..”
“udah mbak nggak papa, paling aku nggak diapa-apain kok.”
“beneran nggak papa?? Nanti kalo kamu diapa-apain, kasih tau mbak ya..”
“iya mbak, ntar aku kasih tau..”
Aku emang gak berpikiran negatif yang terlalu banyak, karena aku pikir emang gak ada masalah.

Keesokan harinya, seperti biasa, aku ke kantin, jajan seperlunya, makan seperlunya, minum seperlunya, buang duit yang gak perlu, lalu balik ke kelas. Beberapa menit setelah masuk kelas, salah satu temenku ada yang manggil, katanya ada yang nyariin aku didepan kelas. Tanpa pikir pendek, aku langsung keluar kelas. Ternyata, didepan kelas udah ada beberapa anak kelas 3 yang badannya gedhe-gedhe kayak pegulat kelas berat. Mereka semua melakukan pemanasan kayak atlet angkat becak yang mau tampil, ada juga yang ngasah golok buat ngupas buah apel. Salah satu dari gerombolan si berat itu adalah mas Airlangga.


“duduk sini kamu.”
Sesuai perintahnya, aku duduk deket mas Airlangga.

“kamu sms apa sama Desti?”
“nggak sms apa-apa kok, biasa aja..” aku sambil ngeliat kakak kelas yang ada dibelakang mas Airlangga, yang dari tadi pemanasan. Dibelakangku juga ada kakak kelas, jadi aku posisinya sedang terjepit, maju gak bisa, mundur gak bisa, bisanya ngepot keatas.

“kamu sms Desti kalo kamu berani sama aku?”
“emang kenapa mas??”

“maksud kamu apa smsan sama Desti? Kalo berani sama aku ya ngomong.”
Aku cuma bisa diem aja, nggak tau mau ngomong apa, sambil mikir, apa salahku. Apakah aku udah melanggar UUD 45? Apa aku udah ngelanggar salah satu pasal? Sementara itu kakak kelas yang ada dibelakang mas Airlangga udah mulai pendinginan.
“kalo mau pukul aku ya pukul aja, aku nggak takut”
Aku tetep diam aja, sambil buka buku UUD 45 dalam otakku.

“kalo mau berantem ayo, kita berantem berdua.”
Sekali lagi, aku cuma bisa diem, UUD 45 udah habis kubaca. Sementara kakak kelas yang dibelakang mas Airlangga, setelah melakukan pemanasan dan pendinginan, dia pun istirahat. Ternyata dia sedang senam pagi SKJ.


Tak berapa lama, bel masuk pun berbunyi. Intimidasi yang berlangsung membosankan itu berakhir.
“awas ya kalo sampe sms Desti lagi” begitu pesan mas Airlangga sembari pergi bersama rombongannya, meninggalkanku yang diam tak berdaya oleh kejamnya ibu tiri.


Aku langsung berdiri dan masuk kelas.
“gimana wis?” Tanya temenku yang penasaran ngeliat ada kakak kelas ber SKJ ria.
“gak papa kok.”

Dan setelah waktu berjalan cukup lama, aku sadar, kenapa aku menjadi korban. Mungkin ini semua karena aku smsan dan curhat-curhatan sama mbak Desti, dan kemudian mas Airlangga pun cemburu buta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar