Jumat, 24 Agustus 2012

Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut


Setiap manusia, setiap umat manusia, entah itu berusia 3 tahun atau 399 tahun (kalo ada), pasti pernah yang namanya buang “air”. Disini yang dimaksud “air” adalah sesuatu yang menyerupai coklat meleleh, atau batu buat “nguleg” (bahasa Indonesia yang menurut saya mendekati sih ya menumbuk). Bagi yang pernah membaca novel Harry Potter si penyihir, mari kita sebut “air” ini sebagai “dia yang namanya tak boleh disebut”.

Menurut versinya, ada dua jenis buang “dia yang namanya tak boleh disebut”, yang pertama versi yang kecil, yang bisa dilakukan dengan cepat bagi pria, dan cukup lambat bagi wanita. Jenis ini masih dapat ditoleransi keberadaannya, karena tidak membutuhkan waktu yang lama. Kedua adalah versi yang besar. Versi kedua ini memakan waktu yang cukup untuk membuat kita mati gaya. Selain waktu, juga dibutuhkan tenaga besar dalam ritualnya. Dalam situasi tertentu, versi kedua ini akan sangat merepotkan, sangat sangat sangat merepotkan.

Ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” pada kehidupan manusia modern ini harus dilakukan di tempat yang tersedia. Mereka yang melanggar tata cara tak tertulis dari ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” bisa kena sanksi sosial. Misalnya, ritual dilakukan di tempat umum, orang-orang umum pasti akan menggunakan tatapan jijik setengah mati, kalo orang tidak umum, bakalan mengabadikan momen itu trus di aplod ke jejaring sosial deh.

Dan, ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” juga harus dilakukan pada saat momen yang tepat serta akurat. Penyalahgunaan momen untuk melakukan ritual juga dapat dikenakan sanksi sosial. Sedikit curhat nih ya, dulu saya pernah melakukan ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” pada saat momen yang tidak tepat. Waktu itu saya SMP, dan sedang menimbun “dia yang namanya tak boleh disebut” dalam perut saya. Karena kepepet, saya pun membuangnya ditempat yang sesuai. Akan tetapi sodara-sodara, salah satu temen saya ada yang memergoki aksi tersebut. Kebetulan yang saya laksanakan adalah versi yang besar. Dengan segera, teman saya itu nyiramin saya pake air secara random, trus lari ke kelas secepat atlit olimpiade, dan membuat pengumuman via audio, kira-kira begini bunyinya,

”Louis ******* !!! Louis ******* mambu (bau) !!”

Sekembalinya saya ke kelas, teman teman yang lain memasang wajah ketawa, dan jijik tentunya. Butuh waktu berhari-hari untuk memulihkan reputasi setelah peristiwa itu.

Nah, dalam melakukan ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut”, ada tempat khusus yang disediakan, yang biasa disebut dengan ….WC !!, atau TOILET !!, atau KAMAR MANDI !!...

Kebanyakan orang memandang WC sebagai tempat yang jorok, tidak higienis, tak elegan. Namun semua prasangka buruk tadi sebenarnya muncul karena manusianya sendiri. WC menjadi kotor itu karena tingkah laku manusianya yang tidak ikut menjaga kebersihan, tidak peduli, dan suka melakukan ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” tanpa dibersihkan dengan baik dan benar sesuai undang undang yang berlaku.

Coba lihat WC umum yang ada dimanapun dia berada, kebanyakan pada bau tidak sedap, jorok, jauh dari kata sempurna. Ada juga WC yang baunya wangi, bersih, meski tetap jauh dari kata sempurna, karna kesempurnaan hanya milik Tuhan. Saya sendiri jarang menemukan WC yang bersih dan wangi. Kalopun ada, ya di tempat-tempat berkelas seperti mall, hotel, restoran kelas 7, dan kelas kelas lainnya.

Seharusnya semua orang yang konon memiliki akal, tahu bahwa menyiram setelah buang “dia yang namanya tak boleh disebut” itu penting, sama pentingnya dengan ganti celana dalam sebanyak dua kali sehari. Setidaknya dengan mengetahui dan melakukan satu hal tadi, WC yang ada di dunia nyata ini bisa sedikit tercerahkan masa depannya.

Buat yang termotivasi oleh WC yang jorok untuk melakukan hal yang jorok juga, segeralah sadar, bahwa anda adalah manusia, kok bisa termotivasi sama WC?? Segeralah bertobat dan berobat, niscaya, WC bisa terselamatkan dari dampak ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” yang tidak tepat.

Mari kita budayakan ritual buang “dia yang namanya tak boleh disebut” yang tepat, sehingga WC kita tidak jorok dan tidak memotivasi orang lain untuk jorok juga.

mari….


Tidak ada komentar:

Posting Komentar