Oke, postingan ini saya bikin, dengan sedikit membawa
perasaan lega. Kenapa sedikit?? Karena masih banyak lega-lega yang belum keluar
dari ganasnya tugas. Kenapa lega?? Karena hari Kamis, tanggal 30 Agustus 2012,
adalah pertama kalinya saya melakukan sebuah pameran perdana secara
live/langsung..
ya, pameran perdana secara langsung..
Secara tidak resmi dan ilegal, akun Facebook saya merupakan tempat dimana saya memamerkan dada…. Ah, maksudnya karya, secara gratis dan selamanya..
Secara resmi dan tetap ilegal, hari Kamis itu adalah pertama kalinya saya melakukan pameran yang nyata dalam kehidupan sehari hari.
Pada umumnya dan gaulnya, pameran itu diadain di gedung pameran, atau di ruangan nyaman, atau di mana aja, selain di toilet. Nah, saya ini justru pameran perdananya di toilet kampus, tepatnya di gedung tempat saya ngikutin kuliah, yaitu gedung Henricus Constant. Dengan demikian, saya pun layak di cap sebagai orang yang belum umum dan belum gaul.
Mungkin enggak ada yang bertanya kenapa saya ngadainnya di toilet, kenapa enggak di tempat yang elit dikit seperti galeri?? Berhubung saya narsis, tanpa ada yang bertanya, saya langsung jawab aja. Karena materi pameran yang saya tampilkan, berhubungan erat sama toilet, dan yang terpenting, saya malas berurusan dengan hal-hal birokrasi, seperti bikin surat ijin, bikin surat peminjaman tempat, bikin proposal, bikin laporan, dan bla bla bla..
ya, pameran perdana secara langsung..
Secara tidak resmi dan ilegal, akun Facebook saya merupakan tempat dimana saya memamerkan dada…. Ah, maksudnya karya, secara gratis dan selamanya..
Secara resmi dan tetap ilegal, hari Kamis itu adalah pertama kalinya saya melakukan pameran yang nyata dalam kehidupan sehari hari.
Pada umumnya dan gaulnya, pameran itu diadain di gedung pameran, atau di ruangan nyaman, atau di mana aja, selain di toilet. Nah, saya ini justru pameran perdananya di toilet kampus, tepatnya di gedung tempat saya ngikutin kuliah, yaitu gedung Henricus Constant. Dengan demikian, saya pun layak di cap sebagai orang yang belum umum dan belum gaul.
Mungkin enggak ada yang bertanya kenapa saya ngadainnya di toilet, kenapa enggak di tempat yang elit dikit seperti galeri?? Berhubung saya narsis, tanpa ada yang bertanya, saya langsung jawab aja. Karena materi pameran yang saya tampilkan, berhubungan erat sama toilet, dan yang terpenting, saya malas berurusan dengan hal-hal birokrasi, seperti bikin surat ijin, bikin surat peminjaman tempat, bikin proposal, bikin laporan, dan bla bla bla..
Saya bukan tipikal orang yang formal, yang kalo mau nanya,
udah ngupil apa belum, dengan pertanyaan,” hei saudara, apakah anda sudah
melaksanakan pembersihan dalam hidung anda?”.
Saya bukan perencana yang baik, yang kalo mau ngupil aja harus mikir,”apakah dengan posisi tubuh tidur seperti ini, upil akan masuk hidung saya?”.
Saya juga bukan orang yang memperhatikan detail kecil, yang kalo mau ngupil pake jari aja harus bertapa,”apakah sehari sebelum ini saya ngupil pake jari telunjuk kanan, atau jari telunjuk kiri?”.
Saya ini orangnya gampang lupa, isi otaknya sederhana, begitu punya ide, harus segera dilaksamanakan, halah…
karena kalo enggak dilaksanakan segera, langsung lupa. Yang dikerjakan pun juga yang simpel aja, sederhana, tapi jelas adanya. Tahu Albert Einsteinkan ? Nah, otak saya itu
kayak ujung rambutnya om Albert, susah dilihat, tapi ada.
Pameran perdana ini juga saya laksamanakan, halah.. laksanakan sendiri persiapannya. Mulai dari konsepnya, karyanya, ngeprintnya, duitnya, itu saya lakukan sendiri. Tapi, yang namanya jagoan, pasti dapat bantuan dari kawan kawan sejawat (bahasanya absurd). Pada proses penempelan karya, saya dapat bantuan tangan yang secara takdir menolong saya, yaitu tangan dari Rico si desainer kebanggaanSemarang ,
dan Depin si cantik tak berdaya. Mereka ini yang membantu saya motongin selotip
dan nempelin selotip ke karya. Tanpa mereka, kalori yang terbakar dalam tubuh
saya akan semakin banyak.
Seperti dalam kisah-kisah heroic di film drama, kisah pameran perdana ini pun juga penuh makna. Biasanya bangun jam 12 siang, kali ini bangunnya jam 6 pagi. Begitu bangun, langsung buka laptop, nyalain, edit gambar yang tersedia. Padahal biasanya bangun pagi gitu cuma ambil hape, ngecek sms dan twitter, trus tidur lagi.
Selesai ngedit, saya harus menghadapi dinginnya air, dan merelakan tubuh indah ini menjadi basah tak karuan. Gagal dengan sukses dalam meniru adegan sabun menyabun di iklan tv, saya langsung bergegas ambil handuk dan pakai baju. Abis itu berangkat ke tempat percetakan, untuk mencetak karya.
Sesampainya di tempat percetakan indoprint, saya harus mengantri dengan gagah berani. Sedikit mengipas karna panas, dan menghirup banyak udara untuk bernapas. Begitu giliran tiba, langsung deh ‘tas tes’ (buat yang tinggal diSemarang , istilah
beginian sering digunakan, untuk memberikan efek cerita yang kelihatan cepat
gitu). Selesai mencetak, masih ada masalah lagi, yang timbul karena memiliki
nama yang amat sangat keren.
“mas, udah pernah ngeprint disini?” Tanya si petugas pria indoprint.
“udah mas.”
“namanya siapa ya mas?”
“Louis mas”
“oke” Seolah-olah mas nya ini yakin telah mengetik bener, padahal salah. Yang diketik malah ‘Lois”
Saya bukan perencana yang baik, yang kalo mau ngupil aja harus mikir,”apakah dengan posisi tubuh tidur seperti ini, upil akan masuk hidung saya?”.
Saya juga bukan orang yang memperhatikan detail kecil, yang kalo mau ngupil pake jari aja harus bertapa,”apakah sehari sebelum ini saya ngupil pake jari telunjuk kanan, atau jari telunjuk kiri?”.
Saya ini orangnya gampang lupa, isi otaknya sederhana, begitu punya ide, harus segera dilaksamanakan, halah…
karena kalo enggak dilaksanakan segera, langsung lupa. Yang dikerjakan pun juga yang simpel aja, sederhana, tapi jelas adanya. Tahu Albert Einstein
Pameran perdana ini juga saya laksamanakan, halah.. laksanakan sendiri persiapannya. Mulai dari konsepnya, karyanya, ngeprintnya, duitnya, itu saya lakukan sendiri. Tapi, yang namanya jagoan, pasti dapat bantuan dari kawan kawan sejawat (bahasanya absurd). Pada proses penempelan karya, saya dapat bantuan tangan yang secara takdir menolong saya, yaitu tangan dari Rico si desainer kebanggaan
Seperti dalam kisah-kisah heroic di film drama, kisah pameran perdana ini pun juga penuh makna. Biasanya bangun jam 12 siang, kali ini bangunnya jam 6 pagi. Begitu bangun, langsung buka laptop, nyalain, edit gambar yang tersedia. Padahal biasanya bangun pagi gitu cuma ambil hape, ngecek sms dan twitter, trus tidur lagi.
Selesai ngedit, saya harus menghadapi dinginnya air, dan merelakan tubuh indah ini menjadi basah tak karuan. Gagal dengan sukses dalam meniru adegan sabun menyabun di iklan tv, saya langsung bergegas ambil handuk dan pakai baju. Abis itu berangkat ke tempat percetakan, untuk mencetak karya.
Sesampainya di tempat percetakan indoprint, saya harus mengantri dengan gagah berani. Sedikit mengipas karna panas, dan menghirup banyak udara untuk bernapas. Begitu giliran tiba, langsung deh ‘tas tes’ (buat yang tinggal di
“mas, udah pernah ngeprint disini?” Tanya si petugas pria indoprint.
“udah mas.”
“namanya siapa ya mas?”
“Louis mas”
“oke” Seolah-olah mas nya ini yakin telah mengetik bener, padahal salah. Yang diketik malah ‘Lois”
“anu mas, namanya salah itu, pake ‘u’ mas..”
“ohh, pake ‘u’ ya, oke..” sekali lagi seolah-olah mas nya yakin telah mengetik dengan bener, padahal tetep salah. Yang diketik malah ‘Luis’.
“eh, mas, anu, ‘u’-nya ditengah.”
“oh, oke oke..” lagi lagi, seolah olah mas nya yakin telah mengetik dengan bener, padahal salah, tambah parah, yang diketik malah ‘Lous”
“mas mas, bukan gitu, bacanya lllooooo…uuuuuu…iiiii…sssss, el, o, u, i, s” sambil masang tampang guru TK yang bersahaja.
“oh, oke oke..” lagi lagi, seolah olah mas nya yakin telah mengetik dengan bener, padahal salah, tambah parah, yang diketik malah ‘Lous”
“mas mas, bukan gitu, bacanya lllooooo…uuuuuu…iiiii…sssss, el, o, u, i, s” sambil masang tampang guru TK yang bersahaja.
“oalah, iya mas..” kali ini bener.
Proses percetakan selesai, lanjut proses berikutnya, yaitu
pemotongan karya sesuai yang ditentukan. Sebelum masuk rumah, saya berhenti
sebentar di tempat fotokopian depan gang rumah. Di tempat itulah saya
percayakan proses pemotongan.
“mas, tolong dipotong ya mas, sesuai ukuran karyanya,
pokoknya bagian putihnya ilangin aja.” Begitulah amanat yang saya berikan
kepada mas-mas fotokopian. Setelah memberikan amanat, saya pulang dan isi perut
dulu sambil bercanda gurau sebentar sama orang rumah. Mengetahui lelucon yang
saya lontarkan enggak lucu, langsung deh berangkat ke tempat fotokopian.
“eh mas, ini masih ada putih-putihnya, diilangin sekalian bisa enggak mas??” sambil nunjuk karya saya yang masih terdapat pinggiran putih.
“bisa sih mas, tapi… lama nih mas, ditinggal aja gimana??” begitu kata mas nya, sambil aba-aba megangin mangkok berisi sesuatu.
“kalo sekarang enggak bisa mas?? Saya bantu deh, kerjain berdua, biar cepet, gimana??” teknik negosiasi tinggi dimana kita sedikit berkorban, ini termasuk teknik tingkat sarjana nih. Namun jawabannya mas nya adalah….
“eh mas, ini masih ada putih-putihnya, diilangin sekalian bisa enggak mas??” sambil nunjuk karya saya yang masih terdapat pinggiran putih.
“bisa sih mas, tapi… lama nih mas, ditinggal aja gimana??” begitu kata mas nya, sambil aba-aba megangin mangkok berisi sesuatu.
“kalo sekarang enggak bisa mas?? Saya bantu deh, kerjain berdua, biar cepet, gimana??” teknik negosiasi tinggi dimana kita sedikit berkorban, ini termasuk teknik tingkat sarjana nih. Namun jawabannya mas nya adalah….
“yaudah, mas nya kerjain aja, malah gratis, enggak bayar..”
begitu jawabnya, sambil meringis. Habis itu mas nya bawa mangkok tadi
kebelakang, duduk, terus makan. Sementara saya, motongin karya sendirian..
negosiasi gagal..
Dengan tetap tersenyum (dalam hati) dan motongin karya, setidaknya orang-orang yang juga ada di fotokopian itu bisa ngeliat karyanya. Yaa, itung itung promosi gratis. Ditengah-tengah motongin kertas, tiba-tiba muncul sesosok mas mas misterius yang sebenarnya dari tadi sudah ngeliat liat karyanya.
“mas, ini ngeprint kertas apa mas?”
“hah? Itu yang tebel namanya ivory mas..” sambil menjawab, sambil menjatuhkan keringat.
Dengan tetap tersenyum (dalam hati) dan motongin karya, setidaknya orang-orang yang juga ada di fotokopian itu bisa ngeliat karyanya. Yaa, itung itung promosi gratis. Ditengah-tengah motongin kertas, tiba-tiba muncul sesosok mas mas misterius yang sebenarnya dari tadi sudah ngeliat liat karyanya.
“mas, ini ngeprint kertas apa mas?”
“hah? Itu yang tebel namanya ivory mas..” sambil menjawab, sambil menjatuhkan keringat.
“berapa mas?”
“oh, itu saya bikin sendiri mas karyanya..”
“bukan mas, ini ngeprint gini berapa habisnya?”
“hah? Oh, itu selembar a3 sekitar… eee…. 5 ribu mas.” Sebenarnya saya senang kalo ada yang Tanya-tanya, jadi keliatan pinter gitu, tapi situasinya lagi kerja keras, jadi saya enggak sempet bercanda gurau sama sosok mas mas asing itu.
“oh, itu saya bikin sendiri mas karyanya..”
“bukan mas, ini ngeprint gini berapa habisnya?”
“hah? Oh, itu selembar a3 sekitar… eee…. 5 ribu mas.” Sebenarnya saya senang kalo ada yang Tanya-tanya, jadi keliatan pinter gitu, tapi situasinya lagi kerja keras, jadi saya enggak sempet bercanda gurau sama sosok mas mas asing itu.
Proses pemotongan selesai, langsung pergi tanpa basa basi.
Mampir sebentar ke Indomaret buat beli minum, sambil berpose sok nikmat
ngerasain dinginnya ac. Sampai kampus, langsung deh parkir motor. Di sana lah saya bertemu
Depin si cantik tak berdaya ini yang ditakdirkan membantu pameran perdana saya.
Secara resmi, dia turut ambil bagian dalam proses pemasangan karya. Datang pula
si Rico yang secara tak terduga datang ke kampus, dan terseret arus untuk ikut
berurus..
Sekali lagi saya ucapkan, terima kasih Depin, Rico, dan… Tong Fang…
Sekali lagi saya ucapkan, terima kasih Depin, Rico, dan… Tong Fang…
Pameran ini saya buka mulai dari hari KAMIS, 30 AGUSTUS 2012, dan akan berjalan selama seminggu.
Lokasi nya ada di TOILET cewek dan cowok, kampus UNIKA, gedung HENRICUS CONSTANT B, lantai 3 dan 4.
Mengingat adanya unsur legal dalam pameran ini, maka, marilah kita berharap, enggak ada yang nyopot karyanya…
ini dokumentasinya ada di link fb (aslinya males aplod satu satu, alhasil, nggak diaplod satu satu)
dokumentasi foto