Kalo kupu-kupu suka hinggap di bunga, wajar aja. Kalo lebah
suka madu, wajar aja. Kalo cowo suka sama cowo, hajar aja!! Untung aja aku
tidak terlahir sebagai seorang cowo yang suka sama cowo alias suka sesama
jenis, alias maho, manusia homo. Heran juga sebenarnya, bagaimana mungkin
seorang pria yang terlahir sebagai pria lengkap dengan properti ke pria an nya
bisa menyukai pria yang terlahir sebagai pria lengkap dengan properti ke pria
an nya juga. Pada dasarnya pria itu berpasangan dengan wanita, bahkan manusia
purba pun tahu hal ini, meski mereka belum bisa baca tulis, apalagi maen PS.
Untuk itulah, sebagai wujud dalam rangka sebagaimana mestinya seorang pria,
maka aku akan mewujudkannya dengan pacaran bersama seorang wanita atau
perempuan tulen.
Bisa dibilang ini adalah album perdana dalam kehidupanku
tentang berpacaran. Sebelumnya pernah nembak cewek,tapi gagal dan ditolak
matang-matang. Maka dari itu sekali lagi akan kubuktikan bahwasanya aku juga
bisa berpacaran (untuk sepersekian minggu, hal-hal mengenai pelajaran jadi
urutan nomor dua).
Sebagaimana mestinya dalam berpacaran, tahap awal adalah
mencari mangsa yang tepat,terutama wanita tulen (ekstra hati-hati dengan
jebakan maho). Kemudian tahap pedekate, lalu tembak deh dengan senjata revolver
kaliber 9 mm. Tapi karena niatnya cuma pengen pacaran, tahap pedekate pun di
skip dan langsung pada tahap penembakan. Target utama sebut saja Diah (nama
tidak disamarkan). Dengan secarik kertas kutuliskan kata-kata mutiara yang
bermakna,”mau nggak jadi pacarku?”.
Surat pun dikirimkan dari tangan ke tangan, dari hati ke
hati (waktu itu hape belum booming dikalangan anak smp kelas 1, apalagi sms,
facebook, twitter). Dengan kecepatan 500 mb per sekon, pesan langsung dibalas.
Aku lupa waktu itu balesnya pake surat juga atau bahasa isyarat, yang jelas
intinya adalah...
DITOLAK
Ini merupakan kedua kalinya aku ditolak. Dengan melakukan
meditasi di gunung krakatau, aku melakukan instropeksi diri disertai dengan
push up dan sit up. Apa sebenarnya yang membuat diriku ditolak? Apa
jangan-jangan ada yang menfitnah bahwa aku adalah homo?? Sungguh sukar
dipercaya kalo ada yang menfitnah homo.
Hari demi hari kulalui tanpa mengingat penolakan tersebut
(dan entah mengapa pelajaran masih tetap diurutan kedua). Hari pertama masih
down. Hari kedua makin down. Hari ketiga tambah down lagi. Kemudian hari
keempat, lima, dst, down worry be happy. Tepat seminggu setelahnya, hal itu
menjadi terlupakan.
Dengan planning awal akan meneruskan kegiatan sehari-hari
(hal-hal tentang pelajaran menjadi urutan ketiga), aku berjalan menyongsong
matahari. Semua berjalan normal hingga di pagi yang bolong itu, temen-temennya
Diah seakan-akan menyorak-nyoraki. Naluri detektifku beraksi, apa yang terjadi
gerangan? Namaku pun dipanggil mereka dan aku datang menghampiri para wanita
histeris ini.
Aku lupa gimana kejadiannya, yang jelas, Diah telah
mengetahui kebenaran tentang diriku, bahwa aku bukanlah homo, aku adalah pria
diantara pria (man of the man). Dia pun memintaku untuk jadi pacarnya.
Sebenarnya aku pengen nolak,untuk mempertahankan kadar keren dalam tubuhku.
Dengan sigap kujawab,”iya, aku mau.”
Sejak saat itu gelar kejombloanku lepas.
Kembali lagi kulalui hari demi hari, namun kali ini dengan
status in a relationship. Karena masih kecil imut-imut dan polos, aku tak tau
bagaimana cara berpacaran yang baik dan benar. Tiap ketemu sama sang pacar,yang
ada malah malu-malu kucing dan ngumpet gak jelas. Status pacaran hanya bikin
jarak semakin jauh. Aku mikir,apa enaknya pacaran? Apa bedanya pacaran sama
musuhan, kalo endingnya cuma saling menghindar gini?? Kalopun ngobrol paling
cuma sebentar (dan topiknya benar-benar gak mutu).
Aku pun kembali berpikir untuk mengambil gelar kejombloanku.
Namun karena masih kecil imut-imut, aku juga gak tau gimana caranya putus.
Sampai tiba hari itu, hari dimana aku merebut kembali gelar kejombloanku.
Disiang hari sebelum pukul 12 siang. Pelajaran sedang
berlangsung. Diah disuruh maju,bersama beberapa temen-temen kelas. Kebetulan
Diah berdirinya dideket temenku cowo namanya Bagus.
salah satu temanku berkata,”wis, jangan cemburu ya wis,biasa
aja.” sambil ngipas-ngipasin.
Momen pengipasan itu sempat aku nikmati beberapa sekon, lalu
kujawab,”kan kita uda putus,hhahahhah...”
”yang bener wis?? Masa gara-gara berdiri sebelahan gitu
langsung putus?”
”ya enggak lah.”
kemudian Diah dan temen-temenku yang tadi maju langsung
duduk. Temenku yang tadi ngipas-ngipasin langsung nanya ke Diah (kebetulan
duduknya deket),”eh, kamu uda putus ya?”
trus aku kasih aba-aba ke Diah, mengedipkan mata,lalu dia
jawab,”iya kok,udah putus.”
temenku tadi masih ngira ini semua adalah permainan kotor
belaka.
Pas pulang sekolah, Diah nanya,”emang kita putus ya??”
Dengan wajah tanpa dosa, aku jawab,”iya putus.”.
trus langsung kabur tanpa tanggung jawab.