Sejujurnya saya ini malas, dan saya bangga dengan kemalasan saya.
Mungkin yang membaca kalimat diatas, tidak percaya, karena mana mungkin manusia dengan jujurnya berkata bahwa dirinya adalah orang yang malas. Saya sendiri jadi kepikiran, saya ini manusia, ataukah saya ini sebenarnya alien yang wujudnya seperti manusia, atau sebenarnya manusia itu sendiri adalah alien bagi manusia lainnya.
Saya tekankan lagi, saya bangga dengan kemalasan saya.
Sebelum menjelaskan kenapa saya bangga, akan saya ceritakan bukti kemalasan saya selama hidup ini.
Sewaktu SMA dulu, setiap hari adalah sekolah. Hanya hari Minggu yang tidak sekolah. Walaupun durasi pelajaran hanya setengah hari, namun rasanya seperti setengah abad, lamanya tidak ketulungan. Belum lagi kalau sehabis pulang sekolah, masih harus mengikuti les pelajaran. Hampir semua pelajaran baik di sekolah maupun di rumah terasa sangat membosankan, hal itu membuat saya merasa malas mengikuti pelajaran.
Alhasil, selama pelajaran berlangsung, saya malah menggambar tanpa tujuan, pokoknya menyibukkan tangan dan pikiran menuju hal yang lain. Semua bagian belakang dari buku tulis saya, penuh dengan coretan kebosanan. Setiap kali buku tulisnya dikumpulkan, saya berharap gurunya tidak melihat halaman paling belakang, karena isinya penuh dengan gambar tidak jelas, persis seperti coretan asal-asalan ditembok yang dibikin sama anak yang baru lulus.
Saya sampai menyiapkan buku sendiri untuk menuangkan goresan pensil saya yang lama-lama menjadi komik. Dari satu gambar menjadi satu halaman, dari satu halaman menjadi satu buku, dari satu buku menjadi bacaan teman-teman sekolah. Walaupun komiknya hanya berhasil diterbitkan satu buah, namun saya puas.
Siapa sangka, kegiatan corat-coret yang berawal dari rasa malas mengikuti pelajaran, malah menimbulkan efek yang lain. Dan saya menjadi punya pengalaman dalam membuat komik berkat rasa malas itu. Tak jarang, ketika sedang bersenda gurau sama teman, mereka secara mendadak akan nyeletuk,"uis, abis ini dikomikin ya". Padahal saya tidak serajin itu membuat komik, saya ini kan malas.
Kisah pembuktian rasa malas saya yang kedua, adalah saat mengerjakan tugas akhir di tahun 2013 yang lalu.
Sekedar informasi, saya ini merupakan mantan mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV). Banyak yang mengira kuliah di jurusan DKV itu mudah, gampang, menyenangkan, karena isinya hanya menggambar. Padahal tidak sesederhana itu, justru kuliah DKV ini lebih berat dari kuliah teori. Jangankan memikirkan liburan, nongkrong di wc saja harus sambil memikirkan tugas kuliah. Sungguh berat, terutama bagi saya yang tingkat kemalasannya ini sangat tinggi.
Dalam perkuliahan DKV, mahasiswa bisa memilih antara tugas akhir atau skripsi. Tugas akhir itu berarti mahasiswa harus melakukan pengamatan, kemudian menghasilkan solusi berupa karya nyata, minimal prototipe nya dulu. Dan tidak hanya karya, mahasiswa juga perlu menyusun makalah yang berisi tentang pengamatan dan konsep karya yang dihasilkan.
Sebelum memulai mengerjakan tugas akhir, saya menganalisa kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Tujuannya agar saya mampu mengakali rasa malas sehingga tugas akhirnya dapat diterima.
Saya terbiasa membuat komik, malas membuat dan membagikan kuesioner, malas menyimpan sisa tugas yang sudah dinilai (biasanya mahasiswa DKV akan menyimpan tugas ujian yang sudah dinilai, dan keberadaan sisa tugas ini cukup memakan banyak tempat), malas merevisi karya sendiri, gampang bosan, dan masih banyak variabel lain yang mempengaruhi strategi saya dalam membuat tugas akhir tersebut.
Karena sudah terbiasa membuat komik, maka hasil final tugas akhir saya adalah komik. komik lebih mudah disimpan daripada harus membuat poster ukuran besar dan item lainnya. Perolehan data utama saya berasal dari wawancara (kualitatif, bukan kuantitatif). Pengerjaan komik hampir separuhnya dikerjakan secara manual, sehingga saya bisa mengerjakan dimanapun tanpa tergantung dengan alat elektronik. Banyak strategi yang saya susun, khusus untuk mengerjakan tugas akhir ini sehingga saya tetap bisa malas.
Saya sendiri tidak berharap banyak dengan tugas akhir yang saya buat. Saya hanya ingin melihat komik saya ini dalam wujud buku, itu saja. Namun ternyata dosen pembimbing saya melihat hal lain, dan saat itu saya termasuk 8 mahasiswa dengan tugas akhir yang terbaik (saya cukup yakin berada diurutan ke 8 dari 8 mahasiswa).
Mungkin dua contoh kisah diatas masih kurang meyakinkan bahwa saya ini orang yang malas, tapi percayalah, ayam di rumah saya lebih rajin bangun pagi ketimbang saya.
Lalu kenapa saya harus bangga dengan rasa malas?
Coba lihat sekeliling kita, mobil, handphone, kursi, komputer, indomi, a*ua, warteg, dan semua benda peradaban manusia. Itu adalah bukti bahwa dengan rasa malas, manusia dapat menciptakan sesuatu yang baru.
Komputer, tercipta karena manusia malas menggunakan mesin ketik, tidak bisa undo ataupun copy paste. Mesin ketik, tercipta karena manusia malas menulis menggunakan pulpen. Pulpen, tercipta karena manusia malas menulis diatas kertas menggunakan bulu yang dicelupin pakai tinta. Bahkan alat tulis bulu yang dicelupin tinta dan kertas itu tercipta karena manusia malas kalau setiap menulis harus mengukir dulu diatas batu. Bayangkan kalau sekarang kita masih mengukir diatas batu, skripsi mahasiswa mungkin baru selesai sampai 7 turunan. Manusia mengukir diatas batu pun sebenarnya juga bukti, karena malas mengingat sesuatu, makanya diukir diatas batu.
Itu baru satu penemuan. Ada mobil dan alat transportasi lainnya, yang tercipta karena manusia malas berjalan sendiri. Handphone, karena manusia malas kalau setiap mau berbicara antar kota harus ke telepon umum. Air a*ua, karena manusia malas memasak air buat minum. Warteg pun juga sama, karena manusia malas masak di rumah, atau malas menghabiskan uang lebih banyak di restoran mahal.
Pernah saya membaca salah satu tulisan di internet, bahwa Bill Gates (penemu Microsoft), memberikan pekerjan paling sulit kepada orang yang paling malas, karena orang itu akan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan sulit tersebut dengan cara yang gampang.
Akan tetapi, kita tidak boleh membiarkan rasa malas begitu saja. Gunakan rasa malas menjadi motivasi tertinggi untuk melakukan atau menciptakan sesuatu.
Saya malas mengikuti pelajaran di sekolah, perasaan itu memotivasi saya untuk melakukan hal yang menyenangkan selama pelajaran. Manusia purba yang malas berpindah-pindah tempat tinggal, membuat tenda sendiri. Orang kaya yang malas bekerja, melakukan investasi kemana-mana. Orang culun yang malas mengejar cinta, beralih mengejar cita-cita sehingga ia yang dikejar cinta.
Jadi, apabila kita memang merasa malas, akui saja, jangan malu. Bersahabatlah dengan malas, niscaya kalian akan menemukan cara hidup yang lebih efektif dan efisien.
Terima kasih malas..