Setiap manusia tentunya pernah memiliki hasrat yang kuat
untuk terus berkarya dalam hal apapun. Misalkan berkarya dalam percintaan
(nyari banyak gebetan buat di ”cinta” in), berkarya dalam pelajaran (kalau
kuliah pokoknya nilainya A, setara dengan angka 90), hingga berkarya dalam hal
yang tidak diduga oleh manusia pada umumnya.
Saya selaku mantan mahasiswa DKV (iya sekarang udah mantan
mahasiswa, udah tua), pernah mengalami gejolak remaja yang penuh karya atau
produktif. Ketika awal perkuliahan, satu-satunya program grafis yang saya
ketahui hanyalah “Paint”. Program yang sudah saya kenal sebelum Ariel Peterpan masuk penjara karena rekaman
videonya. Dan berlandaskan program ini, saya mulai masa-masa pencitraan awal
kuliah saya dengan membuat karya grafis yang kemudian di aplod dan disebar
lewat FB.
Berbagai karya non-spektakuler berhasil saya ciptakan,
responnya cukup baik, dan pencitraan saya sebagai kartunis cukup melekat
dikalangan mahasiswa DKV Unika saat itu. Dari sekian karya yang saya ciptakan,
hanya beberapa yang berhasil menyebar hingga keluar DKV. Sisanya terdiam tak
berdaya, menunggu di-delete dari laptop.
Saat membuat karya, yang ada dibenak saya saat itu adalah
pencitraan dan hiburan. Saya tidak sempat memikirkan faktor lain yang mungkin
menggiurkan. Misalkan saja memanfaatkan karya yang saya susun untuk menggoda
cewek orang lain. Sungguh tidak pernah terbesit dipikiran untuk melakukan hal
tersebut.
Masa-masa paling produktif ini berlangsung kurang lebih
hingga semester 4, yaitu tahun 2010 mendekati 2011. Setelah itu, kecepatan saya
dalam membuat karya mulai surut, layaknya hubungan percintaan antara dua remaja
yang makin lama mukanya makin jelek. Meski demikian, saya sudah mulai
meninggalkan program kuno paint dan beralih ke program yang lebih mainstream
yaitu photosop. Tentu saja secara kualitas pun saya berkembang biak.
Alkisah suatu ketika, di tahun 2014 (sehari sebelum saya
menulis postingan ini), saya melihat sesosok cover buku yang secara ilustrasi
mirip dengan karya yang dulu pernah saya bikin.
Secara konsep mirip, namun kali ini, ilustrasinya lebih bagus, lebih
keren, lebih wow. Gambar ini pernah saya
gunakan untuk menghiasi postingan tentang mahasiswa DKV, terutama DKV Unika
Semarang.
Dan ini adalah cover buku yang wow tersebut.
Sesaat saya terdiam tak menentu, mencoba menikmati karya
indah itu, dan mencoba untuk menjawab pertanyaan, apakah ini plagiat?
Seketika, rasa takut akan karya yang ditiru muncul
bertubi-tubi, mengingat banyaknya karya yang saya buat dan saya aplod begitu
saja di internet. Ingatlah bahwa ketika suatu hal masuk kedalam dunia internet,
maka itu adalah milik publik.
Ada berbagai macam unsur yang sama antara gambar cover buku
itu dengan gambar yang pernah saya buat beberapa tahun silam. Mulai dari jumlah
objek, penempatan objek, hingga ekspresinya, semuanya sama. Sungguh misteri. Apabila
ini semua terjadi di Negara Amriki, ada kemungkinan penerbit buku itu langsung
dituntut atas dasar plagiasi. Syukurlah ini
terjadi di Indonesia, lagipula belum tentu juga illustrator buku tersebut
meniru gambar yang pernah saya bikin dahulu kala.
Saya sendiri berpikir, kalau bahkan dalam membuat karya,
saya juga cenderung meniru atau plagiasi. Jangankan saya, yang notabene adalah
manusia biasa, bahkan semua pencipta peralatan dan teknologi yang ada di dunia
ini, secara tidak langsung sudah meniru. Misalkan pesawat yang bentuknya
seperti burung, lalu kapal selam yang bentuknya seperti ikan, dan masih banyak
benda lain yang sebenarnya hasil tiruan, meskipun saya sendiri masih bertanya,
bentuk celana dalam itu meniru apa.
Lalu kembali saya berpikir, mungkin yang saya jelaskan tadi
lebih tepatnya bukan meniru melainkan TERINSPIRASI!
Dengan mengubah mindset saya dengan kata inspirasi, pikiran
jadi lebih positif. Ketika ada karya yang wujudnya mirip dengan yang kita buat
sebelumnya, anggap saja bahwa karya tersebut merupakan hasil inspirasi dari
karya anda. Dengan demikian, hidup anda akan menjadi lebih baik, karena seolah
kita menjadi inspirator. Lagipula belum tentu karya yang mirip itu karena hasil
melihat karya anda, jadi tidak baik juga untuk terburu-buru berprasangka buruk.
Dan dengan mindset terinspirasi, kita sendiri tidak akan
merasa berdosa untuk mencari referensi dalam membuat karya. Tentunya referensi
yang kita dapatkan jangan secara mentah kita pakai untuk membuat karya. Gunakan
sedikit akal kita sebagai manusia ciptaan Tuhan dalam berkarya. Sehingga kelak
suatu ketika, secara tidak sadar, banyak orang yang terinspirasi oleh kita.
Pada intinya, janganlah patah semangat untuk terus berkarya, meski plagiasi ada dimana-mana, percayalah bahwa mereka sedang mencari inspirasi!
Pada intinya, janganlah patah semangat untuk terus berkarya, meski plagiasi ada dimana-mana, percayalah bahwa mereka sedang mencari inspirasi!