Alkisah pas misi mencari tanda
tangan anggota OSIS, bersama teman-teman
yang baru dimasukkan dalam daftar “best pal”, kita semua berkeliling
sekolah, mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah, bersamudera,
bersama teman, semuanya...
Mulai
dari komplek anak kelas 2 A sampai kelas 3 G, semua dijelajahi. Kebetulan
kakakku yang bernama Heinrich (dalam bahasa Indonesia menjadi Hendrik) juga
berguru di SMP 21. Dan ketika berada di komplek kelas 3, muncullah sesosok dua
sosok tiga sosok, yang berkata, “oi, ada adiknya Hendrik!!”. Bisa ditebak,
suara itu muncul dari penggemarku.
Kata-kata,”oi, ada
adiknya Hendrik!!” ternyata masih tetap berlangsung bahkan sampai MOS berakhir.
Aku pun sempat menambah MOS menjadi seminggu, namun kata-kata,”oi, ada adiknya
Hendrik!!” tidak sirna jua. Tiap lewat komplek anak kelas 3, atau bertemu
dengan anak kelas 3 di kantin, atau bahkan berpapasan dengan anak kelas 3 di wc
saat menerima panggilan power ranger, kata-kata itu tetap terlontar sejauh 5
meter panjangnya.
Karena
masalah ini, namaku menjadi lenyap ditelan kata-kata,”oi, ada adiknya
Hendrik!!” dikalangan anak kelas 3, dimana seharusnya aku dipanggil ”oi, ada si
tampan!!”. Hal ini juga membuat nama kakakku semakin melambung tinggi di
angkasa, sementara aku semakin ditelan dan dikunyah.
Otakku
yang tadinya bermalas-malasan sekarang mulai berputar lagi. Selain mikirin buat
pelajaran, aku juga mikirin, bagaimana caranya menghilangkan budaya panggilan
seperti itu. Beberapa ide buat mencari nama pun muncul, seperti membajak
kantin, mengebom wc, meneror ruang kepala sekolah, dan lain-lain. Tapi hanya
satu yang memungkinkan, yaitu mengubah gaya rambut !!!
Sebuah cara
mengubah style diri dengan menata rambut sedemikian rupa menyerupai artis tak
dikenal. Terinspirasi dengan gaya rambut temanku, Firman, yang juga seperti
rambutnya Tintin, yaitu bergaya jambul. Dengan mengobrak abrik bagian poni, dan
menatanya keatas bagai tanduk macan (pada adegan ini, tampak jelas jidatku yang
lebar terbang ke angkasa). Setelah 40
hari 40 malam berpuasa, akhirnya tatanan rambut ala Tintin beraksi, bagai
gorilla di daun talas. Dengan langkah tegap maju jalan, bersama teman-teman
sehati dan sejiwa, melewati kawasan anak kelas 3. Beberapa teman kakakku ada
yang mengawasi dengan seksama dan tersilaukan oleh kemilau cahaya jidatku yang
lebarnya minta ampun, dan kemudian seperti orang yang melihat cahaya keabadian,
mereka berkata,”oi, ada adiknya Hendrik!!”.
Misi pun gagal dan kasus ditutup.
Otakku
kembali berpikir,sebenarnya ada apa gerangan yang menyebabkan adanya panggilan
seperti itu. Apakah karna nama Louis kurang populer atau nama Hendrik lebih
populer, hanya Tuhan yang tahu. Setelah mencari dan berpikir dengan seksama,
akhirnya lampu neon menyala. Bukan masalah nama mana yang populer, tetapi
karena keberadaan kakakku yang populer. Bahkan keberadaanku menjadi dikenal
karena kakakku, walaupun dengan sebutan, “adiknya Hendrik”. Dan sepertinya
tidak ada masalah dengan sebutan itu, setidaknya teman dan guruku tidak
menyebut begitu, tetapi dengan sebutan “si bodoh”.
Kelak
suatu saat di masa mendatang, dimanapun aku berada, baik di wc ketika menerima
panggilan power ranger, atau mungkin di kamar mandi ketika menerima panggilan
alam, kalau ada temennya Hendrik, pasti aku dipanggil,”oi, adiknya Hendrik!!”