Suatu malam, saya bersama kakak saya yang pertama nongkrong
di sebuah warteg terkenal yang bernama KFC. Layaknya anak muda biasa yang
nongkrong sambil hotspot-an, saya tidak melakukan hal yang mencurigakan dan
menarik perhatian. Namun entah kenapa, ada yang melakukan hal tersebut. Tanpa
basa basi, orang berjenis kelamin pria dan udah bapak-bapak itu ngobrol
ditelepon sambil mengeraskan suara. Bayangin harimau yang mengaum, nah
kira-kira suaranya setengah dari itu.
Saking kerasnya
suara bapak itu, kakak saya yang pake earphone sampai denger. Gelombang suara
yang dihasilkan bapak itu mampu menembus renyahnya ayam KFC pelanggan lain.
Bahkan lagu yang udah di siapkan oleh pihak KFC aja sampau kalah suaranya.
Sambil dengerin
suara bapak itu, saya mencoba mencerna makanan diperut dan mencerna situasi,
sekiranya apa yang membuat bapak itu mengeluarkan gelombang suara yang dahsyat.
Saya mulai menganalisa pakaian bapak tersebut. Dari model fashion yang dipakai,
kemungkinan bapak ini adalah mandor (kepala) pekerja bangunan, atau bahkan
pekerja bangunan itu sendiri. Model handphone yang dipakai bukan tipe
touchscreen, jadi kemungkinan pendapatan bapak ini kurang dari 5 miliar per
bulan. Dan terakhir, bahan obrolan bapak itu seputar proyek, entah proyek apa,
namun sepertinya berkaitan dengan jual beli.
Setahu saya,
pembicaraan ditelepon dengan volume suara 20% aja udah bisa didengar. Tapi
bapak ini volumenya sampe 300%. Wajar aja sih sebenarnya kalo volume 300% pas telepon, selama itu
lingkupnya masih dirumah. Lalu saya mencoba mencocokan dengan hasil analisa
sebelumnya tadi, bahwa tipe orang seperti bapak bervolume besar itu lahirnya
bukan dipusat kota. Kemungkinan besar bapak ini lahir didaerah yang masih
alami, belum banyak bangunan tingkat 10. Karena lingkungannya yang masih alami,
bapak ini terbiasa berbicara dengan suara yang keras. Bisa dikatakan bahwa
lingkungan masa kecil bapak ini ada di pedesaan.
Kehidupan
di pedesaan sendiri sangat akrab, dekat dengan tetangga sekitar, gotong royong,
dan berbagai info lainnya yang umumnya kita ketahui. Karna sangat akrab,
kemungkinan permasalahan satu warga di desa itu bisa diketahui oleh seluruh
warga desa lainnya. Mirip-mirip
sama gosip di infotainmen yang sering dibicarain ibu-ibu gitu.
Lingkungan yang
seperti itu membuat si bapak bervolume besar terbiasa dengan volume yang besar,
karna tidak ada permasalahan yang pribadi, adanya permasalahan bersama. Jadi
kalo ngomongin masalah, mau pribadi, mau umum, tetep bervolume besar. Beda sama
kehidupan orang perkotaan yang menganggap masalah pribadi adalah urusan
pribadi, jadi harus dipecahkan sendiri. Kecuali kalo masalah itu udah diliput
media.
Makanya kita
sering lihat orang perkotaan pas nerima telepon, kadang minta ijin keluar, agar
lebih privat. Kalo si bapak bervolume besar ini, enggak perlu ijin keluar,
langsung angkat, dan katakan dengan lantang ”HALO!!!?”, siapapun orang
disekitarnya.
(postingan ini
ditulis setelah bapak bervolume besar tadi sudah pulang)