Selama hidupku (hingga postingan ini muncul), cuma dua kali aku merasa jadi pemenang. Yeah, cuma dua.
Pertama kali ngerasain sebagai seorang pemenang itu pas SMA, ketika ada lomba komik, dan hadiahnya berupa uang dan sebuah baju (sekarang udah enggak cukup bajunya, seiring bertumbuhnya berat badanku). Meskipun kemenangan itu tidak dianggap sama sekolah, tapi aku cukup bangga (menatap cermin dan meneteskan air mata ketika mengingat kisah ini).
Rasa kemenangan yang kedua itu juga pas SMA. Waktu itu aku sudah kelas tiga, mendekati masa-masa pensiun sebagai seorang siswa biasa bermuka luar biasa, tapi belum melaksanakan Ujian Akhir Nasional. Nah, menurut tradisi, tiap anak kelas tiga mau melaksanakan UAN, itu biasanya ada semacam bimbingan psikologis, dan juga memotivasi, yaah, mirip semacam acaranya Mario Teguh gitu (salam golden ways). Pada waktu aku ngikutin acara golden ways itu, ada satu kalimat dari sang pembicara yang cuma itu satu-satunya yang bisa kuinget,” kalian semua ini dari awal adalah pemenang !! seperti yang pernah kalian pelajari dalam biologi, bahwa dengan lahirnya kita ini, maka kita telah mengalahkan ribuan sperma lainnya !!!”
Pikiranku terbuka dan aku sadar, dari awal aku sudah mengalahkan banyak sperma sebelum kehidupan berdosaku dimulai.
Yaaah, sepertinya cuma segitu aja kisah kemenanganku. Enggak ada yang spesial layaknya nasi goreng spesial pak Joko sebelah rumahku. Bahkan hingga kuliah sekarang pun, aku belum pernah menjadi yang terbaik, menjadi yang the best of the best of the best of the best. Prestasiku benar-benar minim, mendekati minus. Ibarat kacamata, prestasiku ini kayak kacamata yang enggak ada kacanya.
Di dalam kuliah jurusan desain komunikasi visual, karyaku bisa dikatakan biasa-biasa aja. Pernah sekali dikoleksi sama dosen, karya berupa komik, tapi itu pun bareng sama karya tiga mahasiswa lain. Jadi karya komikku itu belum bisa dikatakan sebagai karya the best of the best of the best of the best.
Sedangkan beberapa temanku yang lain, karya dikoleksi adalah biasa hukumnya bagi mereka. Pujian ”wah keren banget” dari sudut barat, timur, selatan, utara, adalah makanan sehari-hari mereka. Nilai 80 adalah tanda tangan mereka.
Kalo aku, karya dikoleksi itu ibarat menghapal undang-undang dalam sekali baca. Pujian ”wah keren banget” itu kayak makan di tempat mewah sekali setahun. Nilai 80 seperti mendapatkan tanda tangan Obama dari puncak menara Babel.
Aku pernah berpikir, apa aku jangan-jangan enggak cocok di jurusan ini ya?? Kembali berpikir, merenung, melihat, meraba, menerawang, sambil memutar balikkan kegalauan. Membandingkan antara diriku, dengan teman-teman sekampus yang menjadi the best of the best of the best of the best. Dibanding mereka, rasa atau sense ku dalam mendesain itu sepertinya memang kurang. Penataan layout, pemilihan warna, penggunaan font, dan semua unsur desain. Untuk grafis/gambar, mungkin aku sudah lumayan, dibandingkan dengan lukisan goa para manusia purba.
Sempet galau dan sedih karena enggak bisa sehebat mereka, lebih sedih dibandingkan saat mengetahui bahwa superman itu cuma kartun dan saat tahu kalo aku gak punya peliharaan pikachu. Tapi, dunia ini tetep gak berubah, aku yang harus berubah, jadi aku harus menghilangkan rasa galau terlebih dahulu, terus mencoba peruntunganku dalam dunia diluar perkuliahan.
Mengetahui bakatku dibidang komik strip yang menghibur, aku mulai ikutan gabung disebuah situs yang berisi kumpulan komikus
Awal-awal gabung disitus ini, aku berasa cupu, karna karya-karya komikus lain yang di upload itu bukan main canggihnya minta ampun. Bukan cuma sekedar canggih di
Di ngomik.com, kembali aku merasa terpuruk lagi. Skill basic yang aku damba-dambakan dari SD, ternyata masih belum ada apa-apanya. Selama ini aku merasa kemampuan berkomikku udah secanggih lukisan Leonardo Da Vinci. Akhirnya aku cuma membaca komik-komik yang ada disitus ngomik.com itu. Beberapa ada yang bikin inspiratif, beberapa ada yang bikin iri, mau ditaruh dimana pantat ini??!! (depresi ala calon komikus).
Setelah beberapa hari bikin member di ngomik.com, muncul sebuah karya yang dari segi gambarnya selevel dengan lukisan purba, namun ceritanya lucu abis. Dalam hati aku berpikir, kalo dia (si komikus yang bikin komik lucu) aja bisa survive di kehidupan ini, kenapa aku enggak??!!
Seketika itu juga aku ambil komikku yang digambar di buku tulis, aku scan saat itu juga, edit dikit di photoshop, lalu upload ke ngomik.com. Komen-komen bermunculan dari member yang udah senior. Beberapa pada ngasih masukan dan pujian.
Besoknya aku coba bikin komik lagi, komik strip yang lucu abis, dengan menggunakan pensil Spongebob, dan kertas dari Harry Potter. Aku upload komik itu, belum ada sehari, ternyata sudah mendapatkan beberapa jempol !! Ternyata masih ada jalan lain buat hidupku.
Sebenarnya sih sebelum gabung di ngomik.com, aku udah sering upload karya di facebook. Rata-rata tanggapannya adalah,”wah, lucu ya.” atau malah enggak menanggapi karyanya, tapi ngomongin yang lain. Jarang banget (hampir enggak pernah) dapet komentar yang isinya ,” gile, keren abis karya elo, elo emang the best of the best of the best of the best!!!”
Tapi itu semua masih belum cukup buat membuat tekadku bulat, hingga akhirnya gabung di ngomik.com itu. Dan sejauh ini, perkembangan akunku di ngomik.com pun cukup baik, punya follower, dan dapet jempol.
Aku juga jadi punya pilihan hidup. Jadi dalam hidup itu, ada pilihan : jadi yang terhebat, jadi yang berguna, atau jadi yang menghibur.
Kalau menganalisa perkembangan karyaku, bisa dibilang kemampuan ku ini kemajuannya sedikit tersendat-sendat. Peningkatannya cuma beberapa persen. Selain itu, aku juga kurang begitu memperhatikan detail. Rasa dalam membuat karya juga masih kurang. Sejarah prestasi tidak seindah bunga matahari di siang hari. Jadi, susah bagiku untuk menjadi yang terhebat.
Lalu pilihan yang kedua, menjadi yang berguna. Untuk menjadi yang berguna, hal dasar adalah punya banyak koneksi dalam pergaulan hidup. Menjadi orang yang supel, rajin, punya kelebihan energi, dan baik hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan. Selain itu juga bisa mengatur waktu dengan baik. Semua hal itu susah ditemuin di kepribadianku, terutama dibagian rajin dan mengatur waktu dengan baik. Jangankan bangun pagi, bangun siang aja aku masih suka telat. Jadi mungkin sedikit susah buat jadi yang berguna.
Dan terakhir adalah jadi yang menghibur. Kalo untuk yang ini sih, asalkan murah senyum dan bisa menyalurkan senyumnya tanpa kabel USB, pasti bisa kok. Biasanya untuk bisa menghibur, harus pinter-pinternya menyembunyikan rasa bad mood. Entah itu mau pakai cara ninja atau cara gatotkaca, pokoknya harus disembunyikan.
Aku memutuskan memilih pilihan yang terakhir, menghibur.
Tanpa harus hebat, aku masih bisa menghibur.
Tanpa harus rajin, aku masih bisa menghibur.
Tanpa harus bangun pagi, aku masih bisa menghibur.
Tanpa harus makan wortel 5 kali sehari, aku tetep masih bisa menghibur.
Dan tanpa harus menjadi seperti almarhum Steve Job, mungkin aku bisa dikenang dengan cara menghibur.
(sebuah postingan yang ditujukan untuk menghibur diri sendiri)….(dan orang lain)